Pelajaran Mendaki Dari Sebuah Novel
Judul : Rengganis: Altitude 3088
Penulis : Azzura Dayana
Editor : Mastris Radyamas
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Tahun Terbit : Pertama, Agustus 2014
Jumlah Halaman : 232 halaman
ISBN : 978-602-1614-26-6
Peresensi : Muhammad Rasyid Ridho, Pustakawan-Pendiri Klub Pecinta Buku Booklicious
Belakangan ini novel-novel yang bercerita tentang pendakian banyak digandrungi pembaca. Sejak novel 5 CM best seller dan dijadikan sebuah film, novel pendakian masih tetap ada peminatnya. Bahkan, pada tahun 2012 novel tentang pendakian memenangkan sebuah lomba novel, yaitu Tahta Mahameru karya Azzura Dayana yang memenangkan lomba yang diadakan oleh Republika.
Selain menulis, Yana (sapaan akrab Azzura Dayana) memang suka mendaki gunung, maka tak heran jika novel-novel karyanya belakangan ini temanya tak jauh-jauh dari hobinya tersebut. Karya terbarunya berjudul Rengganis: Altitude 3088. Tidak seperti 5 CM dan karya Yana sebelumnya Tahta Mahameru (versi barunya Altitude 3676), Rengganis: Altitude 3088 dari awal sampai akhir bercerita tentang pendakian.
Dengan maksud begini, jika dalam novel 5 CM dan Altitude 3676 cerita pendakian hanya di beberapa halaman saja, tetapi dalam novel Rengganis: Altitude 3088 sejak lembar awal sudah memulai cerita pendakian sampai di akhir halaman. Gunung yang dijadikan setting pendakian dalam novel ini juga tidak terlalu terkenal bagi orang yang bukan maniak gunung, yaitu Gunung Argopuro. Meski begitu, dalam novel ini Yana mampu mendeskripsikan gunung Argopuro dengan begitu indah, sekaligus misterius sehingga memantik naluri penasaran pembaca untuk ikut bertualang bersama tokoh rekaan Yana, inilah salah satu kelebihan novel ini.
Tokoh-tokoh di dalamnya dari berbagai profesi. Beberapa tokohnya juga terikat dalam persahabatan seperti dalam 5 CM. Ada Dewo yang bertubuh tinggi dengan berat badan cukup ideal, sebagai karyawan sebuah pabrik. Dia memiliki teman yang dulu sekampus dengannya yakni Fathur dan Nisa. Fathur berpostur kurus tinggi, berprofesi sebagai wartawan. Sedangkan Nisa adalah seorang gadis yang periang, lincah namun penakut. Sudah mendaki gunung-gunung di Jawa Barat, Semeru, Merapi dan Rinjani.
Fathur membawa temannya dari Jakarta, yaitu Rafli. Bertubuh atletis dan juga memakai celana kargo (grey army) seperti Fathur. Orang yang melihat mungkin akan mengira dia adalah tentara, tetapi sebenarnya dia adalah fotografer. Tokoh lain bernama Dimas, tokoh yang bijak dan relijius. Dia seorang pengusaha muda dan novelis. Dimas membawa temannya yang bernama Acil dan Ajeng.
Acil asli Solo, bertubuh mungil dan agak kurus. Berprofesi sebagai pengusaha garmen dan satu-satunya di tim pendakian yang sudah menikah dan memiliki anak. Ajeng juga asli Solo, gadis manis dan tenang yang berprofesi sebagai biologist. Terakhir, Nisa membawa teman yang bernama Sonia. Gadis asli Manado yang tinggal di Surabaya. Berkulit paling terang dan satu-satunya wanita yang tidak berkerudung.
Sebagai penulis novel, Yana tidak hanya menceritakan novel yang menghibur pembaca. Tetapi, dia juga ingin memberi edukasi kepada pembaca, khususnya edukasi tentang mendaki gunung. Salah satu alasannya mungkin karena semakin banyak orang yang mendaki gunung, tetapi tidak tahu ilmunya, termasuk pula adab pendakiannya. Bahkan, seorang pecinta alam pun kadang tidak mengaplikasikan ilmu atas nama yang disandangnya. Misal, sebagai pecinta alam, seharusnya dia bukan hanya mendaki gunung tetapi juga merawatnya, termasuk tidak membuang sembarangan ketika di gunung.
Kelebihan lainnya dari novel ini adalah dari awal akan mendaki, Yana sudah memberikan pelajaran bagaimana seharusnya menjadi seorang pendaki itu. Tokoh-tokoh dalam novel ini semua sepakat menjadikan Dewo sebagai ketua. Nah, ini sesuai dengan ajaran Islam bahwa ketika bepergian dalam berkelompok, maka harus dipilih salah satunya sebagai ketua perjalanan. Begitu pula dalam sebuah pendakian. Maka pemimpinlah yang menjadi penanggung jawab dalam pendakian tersebut.
Dewo pun melakukan tugas-tugasnya sebagai ketua, seperti membagi tugas teman-temannya ketika mempersiapkan pendakian, mengkoordinir pengumpulan uangsharing-cost ada yang membeli bahan-bahan logistik (makanan, dll), mencari carteran, termasuk shalat juga dia perhatikan (halaman 15). Persiapan menjelang mendaki termasuk hal yang jarang diperhatikan oleh pendaki ‘newbie’. Tidak tahu medan, tidak mempersiapkan, langsung nekat mendaki. Maka, bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi jika yang didaki adalah gunung Argopuro yang tidak cukup didaki dalam sehari.
Novel karya novelis Palembang ini juga dibumbui intrik karena ketidakpercayaan dan kesalahpahaman antara pendaki. Karena ada di antara mereka yang baru saja bertemu ketika akan pendakian, maka peluang kesalahpahaman cukup terbuka karena belum saling kenal betul. Namun, adanya tokoh yang bijak, dewasa, serta pemimpin yang mampu mengayomi anggotanya, maka masalah tersebut bisa teratasi.
Buku yang tidak setebal Altitude 3676 ini tentu memiliki kekurangan, yaitu alur yang mudah ditebak bahwa akan ada pertengkaran kecil dalam kelompok dan anggota kelompok yang bersalah (tidak ramah pada alam) dan tidak taat pada pemimpin perjalanan akan mendapat balasan atau masalah dalam pendakian. Namun, tipis dan alur yang cepat sekaligus menjadi salah satu kelebihan novel ini. Begitu juga dengan pendakian yang penuh perjuangan, intrik antar pendaki, dan gunung yang penuh misteri menjadi kekuatan novel ini. Tak ayal, novel ini menjadi rekomendasi bagi pembaca khususnya yang sedang mengalami euphoria naik-turun gunung namun minim ilmu mendaki. Sebuah upaya edukasi yang cerdas! Menghibur, tanpa menggurui. Selamat membaca dan mendaki!
* Resensi ini diikutkan lomba menulis resensi buku karya-karya Penulis FLP dalam rangka Milad FLP ke-18.
sumber asli: https://ridhodanbukunya.wordpress.com/2015/02/26/rengganis-altitude-3088/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar