Social Icons

Pages

Azzura Dayana

Azzura Dayana

Selasa, 30 April 2024

Bagian 5. Bersyukur untuk Sejauh Ini

#myJapanJournal


Berjalan kaki di kota Chiba sebetulnya seasyik itu. Sebentar-sebentar ada taman. Sebentar-sebentar ada taman. Tamannya bersih, dinaungi pepohonan sakura yang walaupun tak satu pun saya temukan berbunga, tetap khas dan terasa menenangkan. Setiap taman, sekecil apa pun itu, selalu ada namanya. Sayang, waktu saya terbatas dan pula didominasi turunnya hujan.

Jam 3.30 sore saya keluar lagi dari hotel dan naik monorel menuju stasiun Kenchomae. Turun, pucuk Kastel Chiba yang cantik sudah tampak. Nama lainnya adalah Inohana Castle, yang di dalamnya difungsikan sebagai City Folk Museum. Pengunjung hanya sedikit sore itu. Tiket masuk gratis. Dengan lift, langsung saya menuju lantai 5. Dari teras di sekeliling lantai 5 itu, saya sedikit sedih karena mendung yang masih bergelayut di langit membuat Gunung Fuji lagi-lagi tak dapat saya lihat. Betul-betul belum direzekikan Allah untuk saya. Alhamdulillaah ala kulli haal.



Destinasi saya selanjutnya dari sini sebetulnya adalah Aobanomori Park, sebuah taman besar lengkap dengan museumnya, untuk melihat jajaran indah pohon sakura. Letaknya lebih ke timur lagi, setengah kilometer dari kastel ini, lumayan ya kalau mau jalan kaki. Kalau mau berkereta, hitungannya juga sama saja untuk berjalan ke stasiun Honchiba ditambah berjalan lagi setelah turun di stasiun Chibadera. Karena sejak di Chiba tak satu kuntum sakura pun terlihat mekar, maka kemungkinan besar di Aobanomori Park juga saya akan menemukan pemandangan yang sama. Akhirnya, taman tersebut pun saya skip.

Saya lanjut jalan menuju Stasiun Honchiba, melewati Hagoromo Park, lanjut lagi hingga Stasiun Chibachuo, melewati Chibashi Honchiba Park. Di salah satu supermarket besar di stasiun Chibachuo, terdapatlah Daiso, toko pernak-pernik kenamaan di Jepang dan menjadi salah satu pilihan untuk belanja camilan dan oleh-oleh. Usai berbelanja di situ, lanjut jalan sebentar dan sampailah saya di restoran halal milik imigran Turki. Duduk di kursi sudut, hanya menunggu 5 menit, tibalah waktu berbuka. Rekomendasi menu di sini adalah beef and chicken rice-nya seharga 750 yen atau sekitar 80.000 rupiah. Perbandingannya, kalau di Tokyo, seporsi nasi ayam atau daging sudah pasti harganya di atas 1000 yen.

Sekian banyak perempatan telah saya lewati, dan bunyi "kicau burung" itu makin akrab di telinga saya. "Kicau burung" yang menandakan lampu untuk pejalan kaki menyala hijau dan pejalan kaki boleh menyeberang. Saya mencatat, memang, seramai apapun orang yang menyeberang, mereka tertib sekali.

Saya melewati taman lagi. Hibashi Yoshikawa Park namanya. Tamannya cukup luas, persis menghadap jalan raya yang sibuk, dan banyak kursi taman tersedia. Cocok sekali untuk bersantai sambil menikmati suasana kota yang tenang, dingin, dan dihiasi cahaya lampu. Saya lanjut lagi melewati jalan persis di bawah jembatan lengkung dengan lampu berganti-ganti warna serta 2 rel berdampingan di atas kepala, tempat kereta monorel bergantung berlawanan arah. Saya seolah sedang berada di Film Doraemon Stand by Me ketika sebuah kereta monorel melintas di atas kepala saya, dengan atap kereta tersebut yang menggantung menempel di salah satu rel. Ajaib sekali. Saking ajaibnya, saya bahkan terlewat untuk menikmati indah dan gemerlapnya Chiba City Chuo Park di sisi kanan saya.


Tiba di hotel, usai salat magrib, beres-beres sedikit, saya pun keluar lagi. Kali ini ke minimarket Familymart yang hanya berjarak 50 meter dari depan hotel dan mendengar "kicau burung" lagi di satu-satunya perempatan yang harus saya lalui. Di minimarket itu, saya membeli onigiri (nasi kepal campur ikan khas Jepang) untuk sahur nanti, ditambah camilan lainnya. Setelah ini, saya akan istirahat saja di hotel sampai pagi.

Pagi harinya, ternyata hujan turun lagi. Memang di prakiraan cuaca katanya hujan akan terus turun sampai beberapa hari ke depan. Usai sudah penjelajahan saya rupanya. Waktunya berkemas dan menuju bandara dengan menaiki kereta Narita Line dari Stasiun Chiba.

Throwback sedikit. 
Di hari pertama saya tiba di Jepang dan bertemu teman malam harinya, sebetulnya saya disambut dengan berita gempa. Ternyata, di pagi harinya saya masih di pesawat, Jepang dilanda gempa yang berpusat di beberapa bagian Ibaraki. Jepang memang bisa dibilang negara dengan frekuensi potensi gempa paling tinggi. Dan terkait gempa seperti ini akan selalu masuk e-mail dari pemerintah setempat ke setiap warganya. Malam itu seusai makan malam, teman saya membacakan isi e-mail yang diterimanya tadi pagi. Isinya kira-kira berbunyi, "Waspadai potensi gempa besar susulan yang akan terjadi 2 atau 3 hari ke depan, dst."

Bayangkan, di hari pertama saya datang, dong! Gimana saya tidak panik? Mana besok saya kan mau ke Ibaraki. Namun, ternyata besoknya saya tetap melanjutkan perjalanan sambil terus berdoa. Dan sekarang hari terakhir saya di Jepang. Kelak, beberapa hari setelah saya sudah di Indonesia, sering sekali saya dengar terjadi gempa di Jepang. Meski begitu, seperti cerita teman saya, warga Jepang memang sudah akrab dengan kondisi tersebut dan mereka sudah dibekali bermacam hal sebagai mitigasi.

Alhamdulillah hingga tiba lagi di Bandara Narita, semua kondisi aman-aman saja. Sayonara, Japan! Terima kasih kepada Allah Maha Baik yang memudahkan perjalanan panjang saya seorang diri. Sungguh banyak hal yang saya pelajari, pun amat banyak yang mesti saya syukuri:

1. Manusia sebaik-baik perencana, Allah jua Maha Penentu atas segala. Dari sekian banyak destinasi yang ada dalam itinerary saya, lumayan jumlah yang tidak tercapai, akan ada juga yang tergantikan dengan beberapa spot lain, walaupun jumlahnya tidak menutupi yang tak tercapai. Tak apa.

2. Meski sakura belum banyak yang mekar (apalagi di Chiba, tak sekuntum pun), alhamdulillah di beberapa tempat masih dapat saya jumpai. Selain di tempat wisata, saya dua kali bisa melihat alaminya hamparan padang bunga canola yang indah dalam perjalanan melintasi Ibaraki. 

3. Meski tak berhasil mendapatkan view Gunung Fuji dari Tokyo dan Chiba, alhamdulillah cuaca sangat cerah ketika pesawat hendak transit di Filipina, sehingga saya dapat melihat pegunungan yang indah di Filipina dengan jelas dari jendela pesawat. Selama perjalanan ini di pesawat saya memang selalu memilih kursi dekat jendela.

4. Meski tak sempat makan ramen di negara asalnya, alhamdulillah saya sempat makan udon (jenis mi lainnya khas Jepang). Hehe.

5. Meski banyak sekali jalan kaki, sebagian tetap dengan memanggul ransel berat di pundak pula, disertai udara dingin yang melampaui perkiraan, alhamdulillah saya tetap sehat seutuhnya hingga tiba di Palembang. Paling hanya pegal-pegal di kaki, dan kurang tidur sewaktu perjalanan pulang, karena mesti menunggu di Soetta tengah malam hingga pagi untuk pulang ke Palembang.

6. Setelah melewati auto gate di Bandara Soetta lanjut ke pemeriksaan bagasi, saya tetap diperbolehkan lewat begitu saja dengan mudah meskipun saya belum mengisi Electronic Custom Declaration sebelumnya. What a lucky night! Mungkin karena petugasnya melihat jumlah barang bawaan saya yang paling simple di antara bejibun orang yang bawaannya berkoper-koper raksasa.

May Allah give me other chances for the next big trips. Aamiin ya Rabb.


(Selesai)


#JapanTrip
#Japan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar