Social Icons

Pages

Azzura Dayana

Azzura Dayana

Selasa, 28 Juli 2020

Meski Tak Berhaji atau Berkurban, 8 Ibadah Ini Bisa Menjadikan Iduladha Kita Penuh Berkah dan Pahala


Seperti halnya hari raya Idulfitri di tahun 2020 yang telah kita lalui tadi, kali ini suasana lebaran Iduladha akan berlangsung sama, yakni tak bisa banyak bersilaturahmi fisik secara leluasa. Meskipun demikian, kita harus dapat melalui ujian pandemi ini dengan sabar dan tawakal, hingga Allah memperkenankannya berakhir kelak.
Sebagaimana kita ketahui bahwa tahun ini kegiatan ibadah haji bagi jamaah asal Indonesia tidak diselenggarakan. Di Arab Saudi sendiri, ibadah haji sebetulnya tetap dilaksanakan, akan tetapi diperuntukkan hanya kalangan khusus dan terbatas.

Lalu bagaimana jika kita tak bisa berhaji dan belum bisa pula berkurban tahun ini? Jangan berkecil hati, kita bisa tetap menjadikan lebaran kali ini penuh hikmah, berkah, dan menuai pahala. Berikut ini adalah 8 jenis ibadah yang bisa kita lakukan:

1.Puasa Arafah

Arafah artinya mengetahui. Di hari Arafah, yakni tanggal 9 Zulhijah Nabi Ibrahim mengetahui makna dari mimpinya, yakni sebagai wahyu dari Allah. Dan ia pun tak ragu lagi untuk melaksanakan perintah Allah. Bagi kita yang melakukan ibadah puasa Arafah dengan ikhlas, Allah akan mengampuni dosanya selama dua tahun.

2. Puasa pada 1-9 Zulhijah

Awal-awal bulan Zulhijah dipenuhi banyak keutamaan, sehingga kita dianjurkan untuk mengisinya amalan-amalan shalih. Selain Puasa Arafah di tanggal 9 Zulhijah, kita juga bisa melengkapinya dengan berpuasa selama delapan hari sebelumnya sejak hari pertama Zulhijah. Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Abu Daud, bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam biasa melakukan puasa pada sembilan hari awal Zulhijah.

Adapun di antara para sahabat yang tekun melaksanakan puasa Sunnah 1-9 Zulhijah ini adalah Ibnu Umar.

3. Memperbanyak Salat Sunnah

Ibadah selanjutnya yang dapat kita lakukan pada Iduladha di masa pandemi ini adalah dengan memperbanyak salat sunnah. Baik itu salat rawatib sebelum dan sesudah salat fardu, salat dhuha, ataupun qiyamulail.

4. Zikir

Selanjutnya, perbanyak juga zikir baik selepas salat ataupun di luar waktu salat fardu. Tasbih, tahmid, istighfar, Asmaul Husna, dan sebagainya.

5. Takbiran

Di malam Iduladha dan pagi Iduladha, gemakanlah takbir sebagai penyemarak jiwa. Suasana sakral Iduladha tetap akan dapat kita teguk meskipun kita tak dapat berhaji, bersilaturahmi, atau juga belum dapat berkurban.

6. Doa

Doa adalah perisai kaum muslimin. Dalam kitab Al-Umm, Imam Syafi’i berkata, terdapat lima malam untuk menghaturkan doa yang mudah diijabah, antara lain malam Jumat, malam Iduladha, malam Idulfitri, malam pertama Rajab, dan malam Nishfu Sya’ban.

7. Sedekah

Meski sebetulnya dapat dilakukan kapan saja, bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkan di sekitar kita dapat menambah makna dan kebahagiaan tersendiri bagi kita dalam menyambut Iduladha.

8. Mengeluarkan Zakat Harta

Zakat harta berfungsi menyucikan harta dan jiwa. Bagi muslim yang hartanya telah mencapai nisab, tak ada salahnya memaknai Iduladha dengan mengeluarkan zakat harta atau zakat mal. Adapun ukuran nisab bagi muslim adalah ketika ia memiliki harta yang jumlahnya setara dengan 20 dinar dan telah dimiliki selama minimal satu tahun, maka ia berkewajiban mengeluarkan zakat harga sejumlah setengah dinar.


Nah, itulah delapan ibadah selain berhaji, berkurban, dan bersilaturahim yang dapat kita lakukan untuk membuat lebaran kali ini tetap penuh makna dan bermandi pahala. Semoga bermanfaat dan Allah memberikan kemudahan bagi kita untuk melaksanakannya. Aamiin.



~Azzura Dayana
Palembang, 28 Juli 2020


#wagflpsumselmenulis
#lampauibatasmu

Minggu, 12 Juli 2020

Kaya Laut, Miskin Air


Indonesia dijuluki negara maritim dikarenakan banyaknya pulau-pulau yang dimiliki, diperantarai selat, lautan kecil dan besar, serta dikelilingi dua samudera. Luasnya perairan mencapai 71% dari seluruh wilayah negeri kepulauan ini. Namun, meski dengan luasnya lautan yang kita miliki itu, nyatanya cukup banyak di bagian-bagian negara kita ini yang kekurangan air.

Beberapa tahun yang lalu saya pernah mendatangi sebuah pulau mungil di Kepulauan Spermonde. Letaknya kurang lebih hanya satu jam berperahu dari kota Makassar. Luas pulau yang memiliki pesona bawah laut yang cukup indah ini hanya 3,4 hektare saja. Dengan mudahnya kita bisa menyelesaikan penjelajahan keliling pulau dalam hitungan menit saja dan menikmati suasana lautan dari sudut mana saja.

Selesai snorkeling sendirian di laut yang sepi sunyi (karena kebetulan satu-satunya kawan yang menemani saya ke pulau itu tidak mau ikut snorkeling), saya dikejutkan oleh sesuatu. Kalau harga sewa peralatan snorkeling sih masih wajar, ya. Yang berada di atas rata-rata itu adalah, tarif untuk buang air kecil, buang air besar, dan mandinya di tempat bersih-bersih yang disediakan. Rumah-rumah di pulau itu memang sedikit. Penduduknya tentu sesedikit yang bisa ditampung oleh rumah-rumah itu. Melihat tarif tadi, barulah saya sadar, meski mereka kaya oleh air (laut) yang mengelilinginya, tapi mereka miskin air bersih; air untuk minum, masak, mandi, dan mencuci.

Pernah tak sengaja terminum air laut ketika sedang berenang di pantai atau snorkeling? Ya, asin. Kita semua tahu tentunya dengan karakteristik air satu itu. Beda dengan sungai, danau, dan air hujan. Air laut mengandung kadar garam 3%. Jika diminum oleh manusia, bukannya menghilangkan haus, air laut justru semakin membuat kita dahaga. Makin banyak air laut yang masuk ke perut, ginjal akan menggunakan lebih banyak air yang tersimpan dalam tubuh untuk menetralisir kadar garamnya, sehingga akhirnya justru kita terancam dehidrasi.

Tak hanya pulau kecil yang saya singgahi itu, pulau-pulau kecil lainnya di Spermonde dan rata-rata kepulauan lain di hamparan Nusantara atau juga daerah pesisir yang jauh dari perkotaan dan sumber air tawar, mengalami kekurangan itu. Memang, ada beberapa pulau yang memiliki sumur, namun kapasitas airnya terbatas. Mereka yang tanpa ketersediaan sumur, hanya mengandalkan hujan atau pula harus mengangkut air bersih dari kota-kota terdekat, dan berlayar melintasi lautan untuk membawanya tiba di rumah.

Selepas itu saya kemudian berpikir, adakah teknologi yang memungkinkan untuk 'mengubah' air asin menjadi tawar, supaya dapat dinikmati manusia? Saya pun mencari tahu informasinya dari jagat maya. Rupanya, ada beberapa solusi selama ini yang pernah diupayakan. Air laut bisa diproses melalui penyulingan dengan beberapa teknologi dan metode. Salah tiganya adalah teknologi Reverse Osmosis (RO), Seawater Reverse Osmosis (SWRO), dan Piramid Desalinator. Mungkin masih ada yang lain lagi selain ini. Namun, masing-masing teknologi ini masih memiliki kelemahannya tersendiri, mulai dari mahalnya peralatan, hingga hasil penyulingan yang cukup jauh dari standar sempurna (misalnya tingkat kekeruhan, hasil sulingan masih mengandung unsur solid/padat di dalamnya yang terbilang masih tinggi, dan sebagainya).

Seiring makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, saya berharap semoga makin banyak temuan baru yang dapat dijadikan solusi bagi penduduk di daerah pesisir, pulau-pulau terpencil, atau daerah-daerah tandus. Dengan demikian, kebutuhan mereka akan air bersih yang menjadi prasyarat sehat raga jiwa dapat tertangani.

Ah, kalau mengingat hal-hal begini, kadang saya betul-betul tersadar, betapa zalimnya jika di sini kita dengan seenaknya menghambur-hamburkan air...


Palembang, 11 Juli 2020


#wagflpsumselmenulis
#lampauibatasmu