Social Icons

Pages

Azzura Dayana

Azzura Dayana

Jumat, 19 April 2024

Bagian 2. Mengunjungi Matsudo, Mito, Hitachi

#MyJapanJournal



"Fabii ayyi 'alaa irobbikumaa tukazzibaan..."

Ada sekarung motivasi saya berangkat ke Jepang: melihat momen sakura mekar, observasi sejumlah objek untuk referensi karya, a big me time, self-healing, sampai merasakan pengalaman berpuasa di negeri asing minoritas muslim. Begitu minta izin suami, ternyata berhasil dengan mudahnya. Beliau mendukung penuh dan bahkan dengan senang hati mau menggantikan tugas menemani anak-anak. Maka sungguh, tak ada alasan bagi saya untuk tidak bersyukur sebanyak-banyaknya.

"Pokoknya kalau ada foto yang bagus, kirimin, ya," katanya sebelum berpisah di bandara Sultan Mahmud Badaruddin II. Saya pun memulai perjalanan dengan keyakinan yang kuat bahwa saya pasti bisa. Semoga Allah memudahkan segalanya.

Dapat melihat empat pohon sakura mekar di Sumida Park adalah salah satu kemudahan itu. Setelah cukup puas menikmatinya, saya lanjut jalan kaki berpatokan Gmaps, untuk menemukan letak Senso-ji Temple dengan Nakamise Dori yang fenomenal di hadapannya. Senso-ji adalah sebuah kuil antik, cantik, dan artistik serta sangat populer di kalangan wisatawan. Sementara Nakamise Dori adalah shopping street sepanjang 250 meter dengan sisi kiri kanan dipenuhi toko souvenir khas Jepang.


Matsudo

Malam ini rencananya saya akan menginap di tempat teman di Matsudo, sekitar 20 menit berkereta dari Stasiun Ueno, Tokyo, lalu ditambah jalan kaki 20 menitan (1,7 km). Sebetulnya saya ingin menghindari stasiun besar seperti Ueno. Tapi karena posisi penjelajahan sore saya sudah tak begitu jauh dari Ueno, dan kereta paling efektif ke Matsudo memang dari Ueno, tadi ya tak terelakkan. Stasiun besar di sini luasnya ngalah-ngalahin mal besar Jakarta, dan dipadati manusia dengan mobilitas tingkat tinggi. Peronnya pun banyak sekali. 

Berhasil menemukan mesin tiket di antara lalu lintas manusia, berhasil mencetak karcis tiket, lalu harus berhasil pula menemukan peron yang benar untuk kereta yang dipilih. Sistem perkeretaan Jepang kompleks sekali. Tak seperti di Indo yang perkeretaannya dipegang oleh satu perusahaan, di sini ada banyak perusahaan kereta yang menaungi banyak jenis kereta serta banyak jalur pula dengan banyak nama kereta. Meski demikian, yang pusing sepertinya para pendatang seperti saya saja, jadi memang butuh waktu lama untuk mempelajarinya. 

Warga Jepang gemar jalan kaki untuk kemudian naik turun kereta, karena armadanya amat sangat banyak dan stasiun kereta pun tersebar di segala penjuru. Ada juga bus sebagai alternatif kedua, namun peminatnya tak sebanyak kereta. Motor langka sekali terlihat di jalanan. Mobil? Banyak juga, meskipun tak sampai menciptakan kemacetan. Bus pun ada, namun peminatnya tak sebanyak kereta.

Tiba di  Stasiun Matsudo lebih awal (teman saya janji bertemu jam 20.00 JST), udara sudah jauuh lebih dingin lagi di luar stasiun, 6°C. Tak ada satu kursi pun saya temukan di stasiun. Jadi terpaksa memang harus menunggu di luar. Tapi karena tak kuat, saya pun memilih masuk ke mininarket terdekat untuk menghangatkan diri saja. Setelah hampir satu jam, teman saya pun datang.

Alhamdulillah, semalaman saya bisa istirahat dengan nyaman karena adanya AC di kamar yang dapat menghangatkan udara, pagi ini kami jalan kaki mencari sakura. Senang sekali berhasil menemukan beberapa pohon sakura yang mekar dengan indahnya di dua tempat, yaitu area kampus Chiba dan tepi sungai menuju Stasiun Matsudo. 


Siang itu kami berpisah karena saya harus melanjutkan perjalanan meninggalkan Prefektur Chiba menuju kota Mito, ibukota dari Prefektur Ibaraki.


Mito

Mito adalah kota bersejarah yang mengesankan. Singkatnya, saya menghabiskan dua hari di Mito untuk menyelami sejarahnya melalui observasi ke situs-situs peninggalan abad ke-12 dari periode kekaisaran Edo. Yang pertama saya kunjungi adalah Kastel Mito dengan bebarapa strutur bangunan asli yang direstorasi. Area kastel ini luaas sekali dan bikin kaki pegal maksimal. Hehe.


Spot kedua, Kodokan, sebuah sekolah samurai terbesar di periode Edo, beserta taman yang luas di sekitarnya dengan koleksi pohon sakura, ume (plum), dan Japanese apricot yang banyak. 


Ketiga, Danau Senba yang bersejarah dan menjadi sumber pengairan Kerajaan Mito. Kini, penataan modern di sekeliling danau membuatnya menjadi area favorit warga lokal dan turis untuk bersantai dan menikmati keindahan sakura saat musim semi tiba.


Hitachi

Sekitar 40 menit berkendara dari kota Mito, di tepi laut kota Hitachi, terdapat sebuah taman bunga kenamaan. Hitachi Seaside Park namanya, yang masuk ke dalam daftar sepuluh taman bunga terindah di dunia. Sayangnya, bunga-bunga unggulan di sini belum tiba waktunya mekar saat saya tiba, seperti Nemophilia yang akan menjadi lautan bunga cantik berwarna biru muda bersinar putih (karena koleksi bunga ini ada sekitar 5.300.000 tangkai), juga tulip dan bunga kochia.


Jelang akhir Maret begini, yang sedang mekar adalah early flowering narcissus yang berwarna kuning cerah, narcissus putih, dan rape blossoms berwarna kuning muda. Bunga-bunga lainnya ada, seperti nemophilia, poppy, dan lain-lain namun dalam jumlah kecil. Saya juga berhasil menemukan beberapa tulip merah muda yang masih menguncup kelopaknya. Masya Allah... Begitu saja sudah terasa indah dan saya bahagia sekali bisa melihatnya. Alhamdulillaah ala kulli haal...

(bersambung ke bagian 3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar