Social Icons

Pages

Azzura Dayana

Azzura Dayana

Senin, 25 November 2013

Menceritakan Musim

Musim pertanyaan. Sedangkan musim jawaban belum lagi tiba. Masih jauh serupa negeri di kutub paling dingin di selatan. Dengan apa kujawab sebuah tanya, kalau burung-burung pun bersembunyi dan tak bisa kuajak berbicara.

Menceritakan musim: kau tahu apa artinya lembayung? Ingatkah kau pada wajah mendung? Lalu masihkah kaki kita bisa menapak ke ketinggian dan tangan kita berpegang erat pada cadas-cadas yang menyembul di dinding tebing? Masihkah ada padang suryakencana dan lembah mandalawangi, serta hamparan edelweiss yang mengiangkan sebuah janji lagi di teluk sunyi?

Menceritakan wajahmu: kau serupa perdu, tapi herannya, padamu aku tetap menggantung. Kau selipkan semangat di genggaman tanganku yang terkelupas ketika aku pergi. Matamu penuh air, tapi aku selalu tak punya pelangi untuk menghapusnya.

Masih mendaki gunung dan belum bertemu kebijaksanaan pada setiap langkah kaki. Musim masih pagi, tanya terlalu banyak dan kabut menyisa pekat. Bukankah timur dan barat adalah milik Allah adanya? Maka ke mana perginya dirimu untuk berhijrah, niscaya Ia selalu sediakan untukmu tempat berteduh yang luas dan rezeki yang banyak.

Aku masih berpegang pada cadas-cadas itu—bahkan. Ke mana lagi selain untuk mengelus hatimu dan menuju maaf-Nya. Jika tidak tersedia kursi dari kayu untukku duduk, aku akan menebas hutan dan mengumpulkan ranting, tidur bersama daun. Bahkan, jika telaga telah kering ketika aku tiba nanti, aku masih bisa menyeret kaki dan rela menjadi pengemis yang menadah sambil menangis—tidak akan malu menadah: sebab kerajaan-Nya itu masih banyak menyimpan air.

***


(Catatan iseng dari sebuah insecure afternoon, terinspirasi dari beberapa ayat, terutama Al-Mulk 30, Annisa 100, dan satu lagi saya lupa surat apa dan ayat berapa. Termuat juga dalam novel Altitude 3676 Takhta Mahameru, halaman 291-292)

Selasa, 12 November 2013

Jenuh Menulis? Isi Gelas Anda!


Sebagian penulis bisa menciptakan karya mereka di sela-sela kesibukan. Sebagian lagi hanya bisa menuangkan ide kreatifnya di waktu yang khusus atau bahkan di tempat yang khusus pula. Yang lainnya bisa berbeda lagi, yakni mereka bisa menulis kapan saja dan di mana saja, baik dalam keadaan sibuk atau senggang. Baik dalam keadaan susah atau pun senang. :-)

Apa pun itu, menulis tetap saja adalah aktivitas berpikir. Dan dikarenakan demikian, maka para pemikir inilah yang menentukan kapan, di mana, dan bagaimana mereka akan ‘berpikir’ sesuai dengan kebiasaan dan kenyamanan masing-masing.

Untuk memudahkan penyebutan tiga jenis penulis dengan kebiasaan menulis mereka seperti yang tertera di atas tadi, mari kita tempatkan mereka dalam tiga nama. Para penulis yang dapat menulis di sela kesibukan itu kita namakan Penulis Pertama, para penulis yang menulis di waktu dan tempat yang khusus sebagai Penulis Kedua, dan mereka yang bisa menulis dalam keadaan apa pun sebagai Penulis Ketiga.

Baik Penulis Pertama, Kedua, maupun Ketiga, tak selamanya akan menghadapi kelancaran menulis tanpa hambatan apa pun. Meskipun menulis dapat menjadi aktivitas milik siapa saja, akan tetapi setiap individu pasti pernah menghadapi yang namanya kejenuhan terkait kesehariannya. Suatu ketika, di sela-sela rapat yang agak tersendat, Penulis Pertama mendesah berulang-ulang. Matanya mengamati artikel singkat yang ia ketik di layar IPadnya, namun sedang terhambat pada satu kalimat. Letih menyerang pikirannya, meskipun raganya masih fit. Di samping kantor itu, tepatnya di kursi sudut sebuah kafe yang cozy, Penulis Kedua sedang terkantuk-kantuk di depan layar laptopnya yang sedang menampilkan draft satu bab tulisan yang ia rencanakan. Sayang, kejenuhan sedang menelikungnya sehingga tulisan untuk satu bab itu bahkan dimulai pun belum. Di sebuah bangku panjang stasiun depan kafe itu, Penulis Ketiga duduk menunggu kereta yang akan membawanya pulang. Ia menatap hampa sebuah puisi seperempat jadi yang terpampang di layar BlackBerrynya. Malas sekali ia menyelesaikannya, padahal ia cukup terbiasa menulis dalam perjalanan pulang kerja.

Saya dan Anda mungkin sesekali mengalami beberapa hal serupa. Apa yang kemudian Anda lakukan? Apakah tulisan itu kemudian Anda tutup dan lupakan selama-lamanya?

So, jenuh menulis? Lantas? Sebenarnya gampang. Mungkin gelas di samping Anda kosong dan Anda sedang butuh cairan karena kerasnya berpikir. Maka, isilah gelas Anda….

Ya, jika ternyata gelas Anda kosong, maka isilah. Jika isinya tadi adalah kopi, dan kemudian telah habis, coba ganti gelas Anda dan isi dengan air putih. Jika tadi Anda minum air hangat, gantilah dengan air dingin. Jika tadi air dingin, berpindahlah ke air hangat. Perubahan. Itulah yang Anda perlukan.

Jika Anda sudah duduk di sebuah kursi yang sama dalam sejam terakhir, cobalah pindah ke kursi lain dengan pemandangan yang berbeda atau pindahlah ke teras.

Jika jenuh itu mengintai saat Anda berada di ruang rapat tertutup setengah harian, keluarlah ke balkon atau taman belakang kantor dan hiruplah udara segar. Perhatikan rerumputan yang hijau dan bebungaan aneka warna. Yakinlah bahwa itu menarik bagi Anda.

Jika kejenuhan Anda terasa semakin mengular seiring lagu-lagu mellow yang Anda dengar, putarlah lagu-lagu enerjik yang dapat membangkitkan semangat juang Anda.

Jika Anda berdiri, coba duduklah. Jika Anda terlalu lama duduk, berbaringlah di tempat yang nyaman untuk meluruskan pinggang. Atau rentangkan dan ayunkan tangan dan kaki Anda untuk meregangkan otot.

Jika Anda cemberut, maka tersenyumlah. Jika Anda terdiam, maka sapalah orang di samping Anda. Atau berbincanglah dengan teman Anda tentang hal yang menarik bagi kedua pihak.

Jika berhari-hari Anda hanya berputar-putar di lokasi yang sama, pergilah ke suatu daerah yang baru untuk berwisata atau berpetualang. Segarkan kembali pikiran Anda. Temui orang-orang baru dan kumpulkan cerita-cerita baru.

Setelah itu, wahai Penulis Pertama-Kedua-dan Ketiga, kembalilah kepada tulisan Anda dalam keadaan bugar dan selesaikan. Mission accomplished! :-) 


-----

* Azzura Dayana, novelis, staf Divisi Karya Badan Pengurus Pusat FLP


(also published at www.forumlingkarpena.net, 2013/10/23)