Saya memang terlambat (dan sengaja untuk terlambat) menonton
Ada Apa Dengan Cinta? 2 (AADC 2). Awalnya, niat untuk menonton film ini amat
menggebu bahkan sebelum film ini benar-benar tayang di hari pertamanya. Akan
tetapi, sesuatu dan kemudian sesuatu yang lain membuat saya terus gagal
menonton film ini di hari pertama dan selanjutnya. Oke. Saya lantas menghibur
diri dengan membaca review-review perdana dari para penonton pertama film ini.
alhasil, semakin banyak membaca review, saya semakin mundur untuk benar-benar
menyaksikan film ini.
Tampaknya saya adalah salah satu korban nostalgia. Tepatnya,
korban nostalgia Ada Apa Dengan Cinta 1 alias film pertamanya. Itulah kenapa,
beberapa review yang jelas-jelas menceritakan bahwa secara umum film ini tidak
seistimewa film pertamanya otomatis membuat saya kecewa. Tetapi entah kenapa,
baru-baru ini tiba-tiba saja tebersit ide mencari link video film ini di
internet, lalu mendapatkannya, dan… benar, saya menontonnya.
Tetapi kali ini, saya sudah menyiapkan diri. Siap untuk
tidak terlalu berharap banyak. Niatan paling dominan saya justru karena ingin
mengikuti perjalanan berpetualang ala Rangga dan Cinta di Yogyakarta.
Perubahan Karakter
Rangga di AADC 1 identik dengan puisi. Karakternya yang unik
lekat di benak para korban nostalgia AADC 1 seperti saya :-D. Rangga sosok yang
cuek, dingin, ketus, menyimpan bara, namun amat nyastra dengan setiap gubahan
puisinya dan bahkan celetukan kata-katanya. Karakter ini yang tak lagi saya
temui di AADC 2. Ia telah total berubah. Ia benar-benar datang kali ini untuk
mengejar cinta dari seorang gadis yang pernah ia tinggalkan belasan tahun
lamanya. Lepas dari apakah pengejaran itu berakhir dengan keberhasilan atau
tidak, tetapi ini jelas mengubah sudut pandang. Gaya bicaranya berbeda, lebih
lekat memandang, lebih terbaca gelagat dan kehendaknya. Menjadi keterbatasan
tokoh Rangga yang amat kentara.
Pun demikian Cinta. Dalam AADC 1 beberapa kalimat yang
diucapkan Cinta masih cukup bertenaga. Celetukan dan jawabannya ikut mengena di
hati. Tetapi di sekuelnya ini, kualitas itu tak ada lagi. Bahkan kalimat “apa
yang kamu lakukan itu… jahat” benar-benar tidak unik. Paling buruk adalah
kalimat-kalimat di adegan terakhir yang menjadi pamungkas antara dua tokoh
utama ini. Amat klasik dan membosankan.
Puisi Kegalauan
Rangga
Baiklah, mari menghibur diri saja dengan kekuatan yang ada
di film ini, yakni setting dan puisinya. Lho, tadi katanya Rangga tidak lagi
nyastra? Oh, bukan. Rangga tetap datang bersama puisi-puisinya. Tetapi puisi
itu tidak lagi mewakili karakter dan kekuatannya selayaknya puisi Tentang
Seseorang dan puisi Perempuan Datang Atas Nama Cinta di AADC 1. Puisi Rangga
dalam AADC 2 lebih menggambarkan ia sebagai seseorang yang galau. Galau akan
cinta.
Puisi-puisi Rangga di AADC 1 aslinya ditulis oleh Rako
Prijanto. Seorang filmmaker, dan bukan penyair. Akan tetapi, kedua puisi paling
benderang dalam film pertama tersebut dengan santainya menyelinap di pikiran
kita hingga terkenang dalam waktu lama, dan mengesankan sedemikian rupa. Meski
bukan seorang penyair, akan tetapi Rako Priijanto cukup brilian menghadirkan
ragam puisi yang mudah diingat karena absurditas rangkaiannya ketika didengar oleh
penonton (ketika dibacakan dalam hati yang di-voice over oleh Cinta), lalu dimusikalisasikan pula oleh Cinta di
atas panggung dengan mengulang reff berbunyi “Bosan aku dengan penat, dan enyah saja kau pekat. Seperti berjelaga
jika kusendiri.” Hayo ngaku… siapa yang kemudian jadi tidak terhafal secara
mengesankan karenanya?
Lalu puisi kedua
Rangga, yang di-voice over kan oleh
tokoh Rangga-nya sendiri sebagai tanda perpisahan Rangga di akhir cerita. Juga
berhasil melekat dengan baik di benak pembaca, kalaupun tidak semuanya,
setidaknya beberapa baitnya.
Perempuan Datang Atas
Nama Cinta
Perempuan Datang Atas Nama Cinta
Bunda pergi karena cinta
Digenangi air racun jingga adalah wajahmu
Seperti bulan lelap tidur di hatimu
Yang berdinding kelam dan kedinginan
Ada apa dengannya?
Meninggalkan hati untuk dicaci
Lalu sekali lagi aku lihat karya surga
Dari mata seorang hawa
Ada apa dengan Cinta?
Tapi aku pasti akan kembali
Dalam satu purnama
Untuk mempertanyakan kembali cintanya
Bukan untuknya bukan untuk siapa
Tapi untukku
Karena aku ingin kamu
Itu saja…
Sementara di AADC 2, puisi-puisi galau Rangga berasal dari
gubahan seorang sastrawan Makassar bernama Aan Mansyur yang telah populer lebih
dulu dengan beberapa buku kumpulan puisinya seperti Melihat Api Bekerja. Puisi-puisi Rangga termaktub dalam kumpulan
puisinya yang bertajuk Tak Ada New York
Hari Ini. Dan salah satu puisi kegalauan yang di-voice over kan Rangga di AADC 2 adalah puisi Batas berikut ini:
Batas
Semua perihal diciptakan sebagai batas
Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain
Hari ini membelah membatasi besok dan
kemarin
Besok batas hari ini dan lusa
Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan
perpustakaan kota,
bilik penjara, dan kantor walikota, juga
rumahku
dan seluruh tempat di mana pernah ada kita
Bandara dan udara memisahkan New York dan
Jakarta
Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di
jantung puisi dipisahkan kata
Begitu pula rindu. Antara pulau dan seorang
petualang yang gila.
Seperti penjahat dan kebaikan dihalang ruang
dan undang-undang
Seorang ayah membelah anak dari ibunya dan
sebaliknya
Atau senyummu dinding di antara aku dan
ketidakwarasan
Persis segelas kopi tanpa gula pejamkan
mimpi dari tidur
Apa kabar hari ini?
Lihat tanda tanya itu jurang antara
kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi
Bagaimana
menurutmu? Bagus?
Menurut saya,
puisi-puisi kegalauan Ranggapada AADC 2 jauh lebih bagus daripada puisi-puisi
kesepian Rangga di AADC 1. Mungkin salah satunya karena pengarangnya
betul-betul seorang penyair. Sebab lainnya adalah karena saya mencarinya ulang
di internet dan meresapinya kembali, sehingga akhirnya saya tahu bahwa puisi
ini (dan puisi lainnya AADC 2) bagus. Benar, sayangnya, dalam AADC 2,
puisi-puisi Rangga hanya datang berkelebat, sekali saja alias tanpa pengulangan
sehingga penonton tidak sempat untuk memaknainya secara betul-betul dalam
apalagi hingga terhafal di otak. Puisi Rangga tak sempat memiliki panggung
sendiri dan hadir sebagai salah satu penguat karakter Rangga seperti di AADC 1.
Perjalanan Penghibur
Bagi Rangga
dan Cinta, petualangan mereka menjelajah Yogyakarta hingga Magelang adalah perjalanan
menyelesaikan nostalgia cinta keduanya. Tetapi bagi saya (baca: penonton)
perjalanan itu menjadi hiburan traveling yang paling menggugah selera. Dua di
antara begitu banyak tempat menarik namun antimainstream yang dikunjungi Rangga
dan Cinta adalah Gereja Ayam dan Punthuk Setumbu di Bukit Rhema, Magelang. Unsur
petualangan inilah yang berhasil menjadi daya tarik AADC 2. Saya tak habis pikir
jika misalnya AADC 2 hanya sibuk di plot pengejaran cinta Cinta oleh Rangga
dengan setting Tugu Jogja atau Malioboro… uh, praktis itu bakal lebih mirip FTV
saja….
Gereja Ayam |
Sunrise dari Punthuk Setumbu. Tampak Borobudur dari kejauhan. |
Saya bahkan
menyimpulkan, unsur traveling itulah justru yang menjadi poin unggulan di AADC 2.
Dan puisi Rangga hanya pelengkap, tak lagi menjadi unsur unggulan seperti
kedudukannya di AADC 1. Well… Siapkan
cara menghibur diri ala kamu saja, ketika menonton film ini. Right?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar