(Menemukan
Pohon yang Tumbuh Melintang, Kupu-kupu Hitam tanpa Corak, dan Bunga Ungu)
Usai
mengerjakan ulangan harian, di suatu pagi jelang siang, saya mengajak murid
empat murid saya menjelajah hutan kecil yang berada tak jauh dari saung tempat
kami bernaung. Dandi, Fathan, dan Widad adalah murid laki-laki saya yang duduk
di kelas 1 SM (Sekolah Menengah) Sekolah Alam Palembang (SaPa). Ditambah satu
anak kelas 2 SM, Althof namanya. Baru beberapa bulan sekolah kami pindah ke
area ini, dan pembangunannya memang belum menyeluruh. Beberapa teman disertai
murid sudah beberapa kali menjelajah agak ke dalam hutan kecil itu untuk
melihat-lihat. Saya pun jadi tertarik melakukan yang sama.
Maka
dimulailah penjelajahan sederhana kami berlima. Anak-anak yang tangkas itu
berjalan mendahului saya, secara mereka sudah memahami jalan dan tempat yang
kami tuju. Menerobos semak, melintasi jalan becek dan melangkahi akar-akar
serta ranting dan dahan jatuh. Di ujung penjelajahan, kami tiba di tujuan,
yakni di dekat sebuah pohon unik yang tidak tumbuh ke atas, tapi tumbuh melintang
ke samping kiri. Saya kira tadi sebenarnya telah terjadi sesuatu pada pohon
ini, misalnya pohon ini roboh tetapi terus tumbuh walaupun tubuhnya telah terkulai.
Tapi ternyata tidak. Pohon ini benar-benar tumbuh melintang seperti tanpa ada
sebab yang saya kira itu. Tak ada satu sisinya pun yang terkulai di tanah. Dan
karena tumbuhnya melintang, batangnya yang panjang dengan mudah dapat dinaiki
anak-anak untuk kemudian mereka bisa duduk berjajar di atasnya. Keren sekali! J
Sambil
menikmati keceriaan anak-anak bujang saya itu naik turun pohon dengan beragam
ulah mereka, saya mengamati sekitar dan mencoba menemukan hal-hal lain.
Beberapa kupu-kupu modar-mandir di udara. Yang menarik perhatian saya, di
antara yang beterbangan itu ada sepasang kupu-kupu hitam. Warna hitam untuk
kupu-kupu memang bukan hal baru, tapi seingat saya, jarang warna hitamnya
sepolos itu. Hitam saja, tanpa corak warna lain. Sayang, saya tidak berhasil
memotret sepasang fauna itu. Pertama karena mereka begitu tinggi dan lincah.
Kedua, kamera hp saya terbatas kehebatannya. Hehe.
Usai
bereksplorasi seadanya, kami pun berniat kembali ke sekolah, melewati rute yang
sama seperti ketika pergi tadi. Keempat anak saya yang cerdas ini memang piawai
dalam hal keisengan. Mereka iseng menakuti saya dengan cepat-cepat meninggalkan
saya.
“Ayo
kita tinggalin Bu Yana, yuk. Yuk cepet yuk,” kata mereka sambil tertawa-tawa
dan bersicepat mengambil langkah-langkah meninggalkan hutan. Saya yang sesekali
masih ingin memotret tentu saja jadinya tertinggal di belakang.
Tiba
di suatu lintasan becek yang dibentangkan kayu di atasnya untuk memudahkan
orang yang lewat, ide mereka tentu adalah mengambil kayu pelewatan itu setelah
mereka melewatinya.
“Hei,
jangan diambil kayunya,” seru saya. “Gimana Ibu bisa lewat dong?”
Tapi
keempat bujang cilik itu tetap terus berlari mendahului. Sungguh tega anak-anak
ini menyusahkan ibunya, hehe….
Alhamdulillah
si Fathan yang paling belakang di antara keempat anak itu rupanya masih
menengok ke saya. “Bisa nggak, Bu?” tanyanya kesatria.
Dan untungnya
tanah becek atau berlumpur itu tidak begitu banyak sehingga masih bisa saya
lompati. Hampir keluar dari area hutan, mata saya masih sempat-sempatnya
menangkap satu spesies bunga yang tunasnya tumbuh di ujung ranting sebuah pohon.
Tingginya tak sampai dua meter. Yang saya temukan itu adalah dua bunga berwarna
pink keunguan dan agak berimpitan letaknya. Di beberapa bagian lain, saya
temukan lagi bunga-bunga seperti itu. Hanya saja sudah agak layu dan letaknya
lebih tinggi. Hmm…. ini keunikan ketiga yang saya dapatkan.
Demikianlah
eksplorasi sederhana kami yang cukup mengesankan siang itu. Ya, kalau mau dan
mampu mengamati, sebenarnya kita akan menemukan banyak hal menarik di sekitar
kita. Tunggu apa lagi? Yuk, bereksplorasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar