Ahad pagi 10 Januari 2016 lalu saya menyaksikan tayangan My
Trip My Adventure di Trans TV. Kebetulan perjalanan kru MTMA kali itu adalah ke
Pulau Bintan di Kepulauan Riau. Hostnya adalah Nadine Candrawinata dan Denny
Sumargo. Mereka berperahu menyusuri Sungai Segong yang pemandangan kiri
kanannya adalah hutan mangrove. Sesekali sang guide menjelaskan tentang
jenis-jenis mangrove yang mereka lihat sepanjang perjalanan tersebut. Nadine juga
mengatakan bahwa di sekitar sungai itu merupakan habitat buaya. Perjalanan
sempat berhenti sejenak dengan menyinggahi nelayan yang mereka temui. Bincang-bincang
dengan sang nelayan pun terjadi, sambil kemudian sang nelayan menunjukkan hasil
tangkapannya yaitu kepiting-kepiting bakau.
Hmm…. perjalanan Nadine dan Densu ini betul-betul
mengingatkan saya akan penjelajahan yang pernah saya lakukan sebulan lalu ke
Taman Nasional Sembilang. Taman alami seluas dua ratusan hektar itu terdiri
dari kawasan daratan, hutan, dan perairan. Perairannya meliputi sungai-sungai
besar dan kecil (ada sekitar 70 anak sungai) sedangkan perairannya meliputi
laut dan selat (Selat Bangka). Hutannya didominasi hutan bakau dengan 17
spesies mangrove sejati dan 6 spesies mangrove ikutan. Dan kawasan daratannya
meliputi daratan lumpur, pulau, pantai, dan beberapa semenanjung. Kawasan yang
dilindungi ini saking luasnya dibagi-bagi lagi menjadi 4 wilayah. Wilayah awal
dimulai dari Sungsang dan wilayah akhir berbatasan dengan provinsi Jambi,
bertemu dengan Taman Nasional Berbak yang juga banyak didominasi kawasan hutan
rawa.
TN Sembilang sangat kaya akan flora dan fauna. Jika ingin
berpuas menikmati semua sajian alamnya di empat pembagian wilayah, tampaknya
kita butuh waktu seminggu. Kami hanya sempat mengunjungi hanya sampai 2
wilayah. Menjelajahi sungai-sungai besar hingga kecil dengan pemandangan hutan
mangrove yang menawan dengan akar-akarnya yang berada di atas air seolah
mencakar-cakar permukaan air. Aktivitas lainnya adalah mencari buaya,
lumba-lumba sungai, biawak, harimau Sumatra, lutung, ular, dan lain-lain. Serta
menikmati ‘pertemuan’ yang indah dan tak terlupakan bersama ratusan burung-burung
elang, camar laut, dan bangau yang menemani kami berenang di perairan antara
sungai dan selat Bangka, sehingga airnya terasa begitu asin. Kami juga menyinggahi
nelayan-nelayan ikan dan kepiting bakau. Ngomong-ngomong, kata guide kami,
kepiting bakau itu masih berada dalam perdebatan soal halal haramnya. Yaa…
karena hewan pencapit ini hidup di dua alam, yaitu darat dan air. Kalau soal
rasa ya sebenarnya konon nggak kalah saing dengan kepiting laut.
Dan, Sembilang bukanlah satu-satunya taman nasional yang
dimiliki oleh provinsi saya Sumatera Selatan ini. TN Sembilang terletak di
kabupaten Banyuasin. Berbatasan dengan Jambi dan juga Bangka. Sedangkan di
sebelah barat Sumsel, yaitu Kabupaten Musi Rawas, ada juga Taman Nasional
Kerinci Seblat. Walaupun bagian di Musi Rawas hanya sekian persen dari seluruh wilayah
TNKS, sebab TNKS yang luasnya melebihi satu juta hektar itu meliputi kawasan di
empat provinsi yaitu Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan. Saya
mesti sangat berbangga kondisi ini, karena sesungguhnya Sumsel amat kaya dan
kita wajib melestarikan serta mempromosikan keunggulan ini.
Sampai di sini dulu kisah singkat ini. Bagian ketiga yang
akan menjadi bagian terakhir dari kisah penjelajahan di TN Sembilang adalah
tentang Dusun/Desa Sembilang. Tentang hal yang pastinya seru, mengejutkan,
sampai menegangkan dan mengerikan bakal ada di sana!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar