Social Icons

Pages

Azzura Dayana

Azzura Dayana

Rabu, 11 November 2020

Sekelumit Pernik dari Masa Kecil

Banyak hal yang masih saya ingat betul dari masa kecil saya. Semua yang kebanyakan indah-indah. Kalaupun pernah ada hal-hal menyedihkan dari masa kecil saya, amat sedikit yang saya berhasil ingat, dan rasanya tak penting pula untuk terlalu dibahas. Kenangan indah masa kecil, bagi saya bak harta. Karenanya, saya berupaya untuk selalu menjaganya, dan bila perlu, akan saya bagikan kisahnya hingga ke anak cucu.

Dulu, rumah kami nyempil di antara rumah kakek dan dua paman. Semuanya dari keluarga pihak bapak saya. Tanah Kakek luas memanjang, paling depan adalah halaman, lalu ada rumah Paman Kedua, lalu rumah Kakek (yang ukurannya paling besar), dan di belakangnya barulah rumah kami. Di belakang rumah kami, ada rumah Paman Pertama, si sulung dari tujuh bersaudara Bapak.

Halaman rumah Kakek yang luas dan terletak persis di tepi jalan raya itu, saya ingat betul, adalah lahan eksplorasi saya, kadang bersama kakak atau sepupu-sepupu saya juga. Di sana, tumbuh bermacam pohon, mulai dari kelapa, jambu air, nangka, hingga belimbing. Ada juga kebun serta kolam yang kami sebut kambang. Salah satu tumbuhan yang paling saya ingat di kebun itu adalah kumis kucing. Sebetulnya ada satu lagi jenis tumbuhan yang saya ingat, namun sayang saya kurang tahu namanya. Di kebun itu, sepulang sekolah biasanya saya main, berkejaran dan menangkap kinjang besar warna-warni (sebutan kami untuk capung). Saya menangkapnya dengan menggunakan ranting panjang dan di ujungnya diberi getah dari pohon nangka. Dengan itu, mudah sekali bagi saya untuk membuat kinjang tak berkutik di ujung ranting. Kalau saya ingat lagi sekarang, kasihan juga nasib kinjang-kinjang itu.

Saya juga sering memetiki kumis kucing, mematahkan bagian di bawah kelopak dan mengisap secuil air yang terkandung di dalamnya. Ada rasa manis-manisnya. Aneh memang, sering betul saya dan sepupu-sepupu berbuat demikian walaupun jadi kenyang juga tidak.

Spot main kami berikutnya adalah kambang kecil yang terletak di pinggir tanah luas Kakek. Kecil katanya, tapi bagi kami kambang itu besar juga untuk kami ceburi bersama-sama. Kadang sambil menariki tetumbuhan yang rajin berkembang di sekitaran kambang itu. Dan tak lama kemudian, setelah kehebohan cebur-cebur dan air kambang menjadi keruh luar biasa, kami pun tergopoh-gopoh naik setelah mendengar teriakan Kakek yang membahana. Kakek memang paling jengkel kalau kami telah beraksi habis-habisan di kambang.

Saat malam tiba, usai sudah durasi bermain di luar rumah. Saya tak pernah begadang dan tak begitu merasakan letih. Mungkin kegembiraan masa anak-anak telah menjadi faktor yang melatih raga untuk tetap sehat-sehat saja. Sambil belajar, saya rajin menyaksikan tayangan di layar hitam putih televisi 21 inchi milik kami. Filmnya bagus-bagus. Dan tayangan sore juga kadang bagus-bagus. Ada Oshin, Ohara, Little House on The Prairie, dan lain-lain. Yang paling saya sukai adalah drama-drama yang mengangkat budaya dari bermacam daerah di Indonesia. Dari situ saya banyak belajar tentang kekayaan negeri. Kelak, karenanya saya menjadi penyuka pelajaran Geografi dan Sejarah saat SMP. Makin dewasa, saya makin kecanduan menikmati peta. 

Sebetulnya amat banyak yang berkesan dari kenangan-kenangan dan pengalaman-pengalaman masa kecil. Mudah-mudahan nanti ada kesempatan lagi untuk bercerita. Intinya, masa kecil itu membahagiakan. Pantas saja kalau ada orang dewasa yang berangan-angan untuk tetap menjadi anak kecil saja. Hehe.

---


#flpsumsel

#wagflpsumselmenulis

#lampauibatasmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar