Social Icons

Pages

Azzura Dayana

Azzura Dayana
Tampilkan postingan dengan label novel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label novel. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 April 2015

Bab Khusus Penutup Kisah Altitude 3676. Mau?

1. Assalamualaikum...

2. Teman2 pembaca Takhta Mahameru a.k.a Altitude 3676, ada yg penasaran dg kelanjutan kisah Raja Ikhsan & Faras ini?

3. Dulu sy prnh menulis bab khusus lanjutan Takhta Mahameru a.k.a Altitude 3676. Dan yg membacanya hnya bbrp yg minta.

4. Bab khusus ini settingnya masih di Mahameru. Tujuan sy menuliskan bab khusus ini adalah sbg salah 1 alternatif ending yg diminta pembaca.

5. Awalnya memang bab khusus ini tidak utk sy publikasikan ke umum. Namun insyaAllah, sy berencana menyebarnya besok.

6. Bagi teman yg pernah baca/sy kirimi ini, mohon disimpan rapat dulu ya, smpai sy membagikannya besok secara resmi:-)

7. Utk itu, saya ucapkan makasih kpd mereka yg saya maksud tadi.

8. Selamat menanti publikasi bab khusus besok di blog saya, bagi yg penasaran yaa;-) cc

(Kultwit @azzura_dayana)

****


Yuhuuuu.... teman2 pembaca Altitude 3676, jadi insya Allah besok rencananya saya mau membagikan bab 36 novel Altitude 3676 di blog ini. Penasaran? Ditunggu yaa. Salam.

Untuk pemesanan novel ini bertanda tangan penulis dan diskon 13 persen, bisa melalui sms ke toko online saya Azzura D'shop di 085367094116. :-)


5 minutes a7. Utk itu, saya ucapkan makasih kpd mereka yg saya maksud tadi.

Senin, 02 Maret 2015

[Review] RENGGANIS: Altitude 3088 by Azzura Dayana

Pelajaran Mendaki Dari Sebuah Novel
Judul                            : Rengganis: Altitude 3088
cover rengganis: altitude 3088
cover rengganis: altitude 3088
Penulis                          : Azzura Dayana
Editor                          : Mastris Radyamas
Penerbit                       : Indiva Media Kreasi
Tahun Terbit                : Pertama, Agustus  2014
Jumlah Halaman          : 232 halaman
ISBN                           :  978-602-1614-26-6
Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Pustakawan-Pendiri Klub Pecinta Buku Booklicious
Belakangan ini novel-novel yang bercerita tentang pendakian banyak digandrungi pembaca. Sejak novel 5 CM best seller dan dijadikan sebuah film, novel pendakian masih tetap ada peminatnya. Bahkan, pada tahun 2012 novel tentang pendakian memenangkan sebuah lomba novel, yaitu Tahta Mahameru karya Azzura Dayana yang memenangkan lomba yang diadakan oleh Republika.
Selain menulis, Yana (sapaan akrab Azzura Dayana) memang suka mendaki gunung, maka tak heran jika novel-novel karyanya belakangan ini temanya tak jauh-jauh dari hobinya tersebut. Karya terbarunya berjudul Rengganis: Altitude 3088. Tidak seperti 5 CM dan karya Yana sebelumnya Tahta Mahameru (versi barunya Altitude 3676), Rengganis: Altitude 3088 dari awal sampai akhir bercerita tentang pendakian.
Dengan maksud begini, jika dalam novel 5 CM dan Altitude 3676 cerita pendakian hanya di beberapa halaman saja, tetapi dalam novel Rengganis: Altitude 3088 sejak lembar awal sudah memulai cerita pendakian sampai di akhir halaman. Gunung yang dijadikan setting pendakian dalam novel ini juga tidak terlalu terkenal bagi orang yang bukan maniak gunung, yaitu Gunung Argopuro. Meski begitu, dalam novel ini Yana mampu mendeskripsikan gunung Argopuro dengan begitu indah, sekaligus misterius sehingga memantik naluri penasaran pembaca untuk ikut bertualang bersama tokoh rekaan Yana, inilah salah satu kelebihan novel ini.
Tokoh-tokoh di dalamnya dari berbagai profesi. Beberapa tokohnya juga terikat dalam persahabatan seperti dalam 5 CM. Ada Dewo yang bertubuh tinggi dengan berat badan cukup ideal, sebagai karyawan sebuah pabrik. Dia memiliki teman yang dulu sekampus dengannya yakni Fathur dan Nisa. Fathur berpostur kurus tinggi, berprofesi sebagai wartawan. Sedangkan Nisa adalah seorang gadis yang periang, lincah namun penakut. Sudah mendaki gunung-gunung di Jawa Barat, Semeru, Merapi dan Rinjani.
Fathur membawa temannya dari Jakarta, yaitu Rafli. Bertubuh atletis dan juga memakai celana kargo (grey army) seperti Fathur. Orang yang melihat mungkin akan mengira dia adalah tentara, tetapi sebenarnya dia adalah fotografer. Tokoh lain bernama Dimas, tokoh yang bijak dan relijius. Dia seorang pengusaha muda dan novelis. Dimas membawa temannya yang bernama Acil dan Ajeng.
Acil asli Solo, bertubuh mungil dan agak kurus. Berprofesi sebagai pengusaha garmen dan satu-satunya di tim pendakian yang sudah menikah dan memiliki anak. Ajeng juga asli Solo, gadis manis dan tenang yang berprofesi sebagai biologist. Terakhir, Nisa membawa teman yang bernama Sonia. Gadis asli Manado yang tinggal di Surabaya. Berkulit paling terang dan satu-satunya wanita yang tidak berkerudung.
Sebagai penulis novel, Yana tidak hanya menceritakan novel yang menghibur pembaca. Tetapi, dia juga ingin memberi edukasi kepada pembaca, khususnya edukasi tentang mendaki gunung. Salah satu alasannya mungkin karena semakin banyak orang yang mendaki gunung, tetapi tidak tahu ilmunya, termasuk pula adab pendakiannya. Bahkan, seorang pecinta alam pun kadang tidak mengaplikasikan ilmu atas nama yang disandangnya. Misal, sebagai pecinta alam, seharusnya dia bukan hanya mendaki gunung tetapi juga merawatnya, termasuk tidak membuang sembarangan ketika di gunung.
Kelebihan lainnya dari novel ini adalah dari awal akan mendaki, Yana sudah memberikan pelajaran bagaimana seharusnya menjadi seorang pendaki itu. Tokoh-tokoh dalam novel ini semua sepakat menjadikan Dewo sebagai ketua. Nah, ini sesuai dengan ajaran Islam bahwa ketika bepergian dalam berkelompok, maka harus dipilih salah satunya sebagai ketua perjalanan. Begitu pula dalam sebuah pendakian. Maka pemimpinlah yang menjadi penanggung jawab dalam pendakian tersebut.
Dewo pun melakukan tugas-tugasnya sebagai ketua,  seperti membagi tugas teman-temannya  ketika mempersiapkan pendakian, mengkoordinir pengumpulan uangsharing-cost ada yang membeli bahan-bahan logistik (makanan, dll), mencari carteran, termasuk shalat juga dia perhatikan (halaman 15). Persiapan menjelang mendaki termasuk hal yang jarang diperhatikan oleh pendaki ‘newbie’. Tidak tahu medan, tidak mempersiapkan, langsung nekat mendaki. Maka, bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi jika yang didaki adalah gunung Argopuro yang tidak cukup didaki dalam sehari.
Novel karya novelis Palembang ini juga dibumbui intrik karena ketidakpercayaan dan kesalahpahaman antara pendaki. Karena ada di antara mereka yang baru saja bertemu ketika akan pendakian, maka peluang kesalahpahaman cukup terbuka karena belum saling kenal betul. Namun, adanya tokoh yang bijak, dewasa, serta pemimpin yang mampu mengayomi anggotanya, maka masalah tersebut bisa teratasi.
Buku yang tidak setebal  Altitude 3676 ini tentu memiliki kekurangan, yaitu alur yang mudah ditebak bahwa akan ada pertengkaran kecil dalam kelompok dan anggota kelompok yang bersalah (tidak ramah pada alam) dan tidak taat pada pemimpin perjalanan akan mendapat balasan atau masalah dalam pendakian. Namun, tipis dan alur yang cepat sekaligus menjadi salah satu kelebihan novel ini. Begitu juga dengan pendakian yang penuh perjuangan, intrik antar pendaki, dan gunung yang penuh misteri menjadi kekuatan novel ini. Tak ayal, novel ini menjadi rekomendasi bagi pembaca khususnya yang sedang mengalami euphoria naik-turun gunung namun minim ilmu mendaki. Sebuah upaya edukasi yang cerdas! Menghibur, tanpa menggurui. Selamat membaca dan mendaki!
* Resensi ini diikutkan lomba menulis resensi buku karya-karya Penulis FLP dalam rangka Milad FLP ke-18.
sumber asli: https://ridhodanbukunya.wordpress.com/2015/02/26/rengganis-altitude-3088/

Rabu, 07 Januari 2015

[Review] Rengganis: Altitude 3088

Rengganis: Altitude 3088 by Azzura Dayana

“Selalu ada keringanan untuk setiap beban. Selalu tersedia solusi untuk setiap masalah dan musibah. Alam juga seperti itu sifatnya.” (Hal. 216)

Penulis: Azzura Dayana
Penyunting Bahasa: Mastris Radyamas
Penata letak: Puji Lestari
Desain Sampul: Andhi Rasydan
Ilustrator: Naafi Nur Rahma
Penerbit: Indiva Media Kreasi
Cetakan: Pertama, Syawal 1435 H/ Agustus 2014
Jumlah hal.: 232 halaman
ISBN: 978-602-1614-26-6
Dia baru saja menyelinap keluar. Terbangun oleh gemerisik angin yang menabrak-nabrak tenda. Dua lapis jaket membungkus tubuhnya. Satu jaket polar dan satu jaket parka gunung. Tak ada seorang manusia lain pun yang terlihat. Seluruh penghuni kerajaan sang dewi telah tertidur.

Padangannya lurus ke depan. Kemudian, tiba-tiba saja tatapannya berubah menjadi tajam. Sangat tajam. Menatap lekat sesuatu. Atau lebih dari satu. Perlahan-lahan dia berjalan meninggalkan tenda. Meninggalkan teman-temannya yang tidur di dalam tenda. Menjejaki rerumputan basah dalam langkah-langkah pasti. Dermaga tua itu tujuannya. Mendekati tarikan magnet bercahaya. Memanggil-manggilnya dengan suara tak biasa.
Rengganis, pentas apa sebenarnya yang tengah dilangsungkan?

Hingg pagi hari datang, anak muda itu tak pernah kembali lagi ke tenda....

***

“A traveler without observation is like a bird without wings” (hal. 120)

Serombongan pemuda(i) berkumpul di Surabaya untuk memulai pendakian mereka ke Pegunungan Hyang. Lima laki-laki dan tiga perempuan yang menjadi satu tim dengan tujuan yang sama : menjejak Puncak Rengganis. Mereka adalah Fathur, Dewo, Dimas, Rafli, Acil, Ajeng, Nisa, dan Sonia. Delapan orang ini punya sifat yang berbeda-beda. Acil yang paling paham medan yang akan mereka lalui ditunjuk menjadi guide. Dewo didaulat menjadi pimpinan regu. Fathur sebagai asistennya. Nisa sebagai bendahara dan Ajeng sebagai komandan dalam hal masak-memasak. Yang lain bertugas sesuai kebutuhan tenaga bantuan yang sedang diperlukan saja.

Sejak awal mereka bergerak sebagai sebuah tim yang solid. Saling mengisi, hingga di tengah cerita Rafli sering menyelisihi instruksi Dewo. Ini sempat menimbulkan ketegangan. Ini lebih karena Rafli menyimpan ketertarikan pada Sonia. Hal ini membuat sikap dan reaksinya sedikit berlebihan dan mengganggu stabilitas kerja sama kelompok mereka. Interaksi kedelapan orang ini banyak diceritakan dalam novel ini.

Di samping itu hal lain yang disuguhkan dalam buku ini adalah keindahan yang digambarkan dapat ditemui selama perjalanan menuju Puncak Rengganis. Deskripsinya cukup jelas dan memantik rasa ingin tahu. Ini menjadi menarik sebab masih jarang yang membahas petualangan di jalur ini dalam bentuk novel. Umumnya lebih banyak membahas Semeru yang juga sesekali disebutkan dalam novel ini.

Namun yang paling banyak digambarkan adalah proses mereka menempuh perjalan menuju dan kembali dari Puncak Rengganis. Tentang informasi yang berseliweran tanpa terverifikasi lebih jauh akan adanya situs kerajaan yang dipimpin oleh perempuan bernama Dewi Rengganis. Tentang adanya sejumlah orang yang melihat sosok – sosok yang diduga Dewi Rengganis ataupun dayang-dayangnya. Namun keberadaan reruntuhan tersebut nyata adanya. Digambarkan pula adanya pengalaman mistis selama perjalanan mereka. Hingga puncaknya salah satu dari tim ini menghilang. Di saat itulah kerjasama tim mereka diuji. Sanggupkah mereka pulang dengan selamat dan lengkap?

***
“Leave nothing but footprint, take nothing but picture, kill nothing but ego,” (Hal. 208)
Bagi orang yang tidak pernah punya keyakinan diri untuk mengikuti satu pun pendakian, maka membaca novel Rengganis: Altitude 3088 ini membuat kalimat, “Buku bisa membawamu pergi ke manapun,” terbukti nyata. Membaca buku ini membuat saya menjadi anggota tambahan dalam petualangan Dewo dan kawan-kawan. Deskripsi yang cukup detail tentang perjalanan dan apa yang mereka temui selama pendakian memudahkan timbulnya perasaan tersebut.

Buku ini bagi orang yang sangat awam dalam kegiatan pendakian akan menjadi petualangan yang menarik. Pengetahuan-pengetahuan umum bagi pendaki pun banyak bertebaran di dalam buku ini. Hal ini menambah pengetahuan saya. Lihat saja penjelasan Fathur berikut,
“Seandainya kita tersesat atau kehabisan makanan saat di gunung, salah satu cara bertahan hidup alias sebagai survivor adalah mengikuti apa yang biasa dimakan oleh kera, monyet, lutung atau apa pun yang sebangsanya. Karena pencernaan mereka relatif sama dengan manusia. Jadi, tumbuhan yang menjadi makanan mereka insya Allah aman untuk pencernaan kita. ....  Kamu pastikan tumbuhan itu tidak gatal saat kamu gosokkan ke tangan. Dan juga pilih tumbuhan yang daun atau batangnya tidak berbulu. Yang seperti itu biasanya aman untuk pencernaan kita.” (hal. 215 -216)
“Benar. Allah menciptakan alam ini dengan prinsipp-prinsip keseimbangan. .... Di gunung, beberapa contoh terpapar nyata. Sumber air panas dan belerang biasanya ada di ketinggian, berkhasiat menyembuhkan penat di tubuh kita kala mendaki. Bunga lavender tumbuh di lembah basah, dan harumnya bunga ini bermanfaat melindungi tubuh kita dari serangan nyamuk hutan lembab atau tempat gelap. Tumbuhan cantigi, yang batangnya pendek namun sangat kokoh, tumbuh di ketinggian atau tebing, membantu pendaki untuk berpegangan. Bahkan walaupun pohonnya sudah  mati atau ditebang, batangnya masih tetap kuat. Dan, masih ingatkah kalian pada kebun-kebun tembakau selepas dari Baderan? Olesan tembakau bisa membuat kita terhindar dari serangan pacet yang banyak dijumpai pada musim hujan di trek sebelum sabana.” (Hal. 216 -217)
Ada sebuah point yang bagi saya bagai pedang bermata dua di dalam buku ini. Yaitu kehadiran delapan orang tokoh yang seolah menjadi pemeran utama bersama. Atau simplenya saya menyebutkan bahwa tim mereka adalah tokoh utama dalam cerita ini. Ini menarik karena penulis berhasil menggambarkan mereka memiliki karakter yang berbeda-beda meski akhirnya latar belakang setiap tokoh kurang tereksplorasi dengan baik. selain itu, meski mereka secara keseluruhan adalah sebuah tim dan sama-sama menjadi tokoh utama, namun ada tokoh yang lebih menonjol seperti Rafli dan Sonia karena pengalaman mereka lebih banyak “dibocorkan” atau sikapnya lebih mencolok.

Dibanding Sonia, tokoh Ajeng dan Nisa cukup tenggelam. Selain itu entah kenapa ada peluang konflik yang tidak diolah lebih jauh oleh penulis yakni hubungan yang terjalin antara Dewo, Nisa dan Ajeng. Sebab di awal cerita saya sempat mendapat “kode” bahwa bisa jadi Nisa menyukai Dewo (tapi bisa jadi saya yang salah membaca kode *selalu gak paham bahasa perkode-kodean*), sedangkan Dewo menyukai orang lain dalam tersebut.

Hm.. saya suka dengan apa yang saya baca di buku ini. Memberi saya sensasi petualangan yang asing namun tidak membuat saya bosan.

Btw, kok nggak dibahas gimana keseharian Nisa dan Ajeng sebagai perempuan berjilbab di dalam petualang ini? *penasaran* (^_^)

***

Sumber: http://atriadanbuku.blogspot.com/2014/12/rengganis-altitude-3088.html, diposkan oleh Atria Sartika pada Rabu 31 Desember 2014.
Thanks so much ya ^_^

[Review ALTITUDE 3676] Kisah Backpacker: Tanjung Bira Hingga Puncak Tertinggi Jawa


Sebuah Review Novel Altitude 3676 Takhta Mahameru Karya Azzura Dayana

Oleh Afifah Afra


Lahirnya sebuah karya, memang cermin zamannya. Apa yang terjadi pada sebuah masa, terdokumentasi dari karya-karya yang tercipta di masa tersebut. Maka, pekerjaan seorang penulis, khususnya fiksi, sebenarnya tak sekadar menjahit kata menjadi lembaran cerita yang enak dibaca dan karenanya membuat kita terhibur. Tetapi, seorang penulis sejatinya juga pendokumentasi kehidupan.

Bahwa pernah ada sebuah masa saat anak-anak muda di negeri ini ‘keranjingan’ ber-bacpacker, salah satunya berhasil dijepret oleh Azzura Dayana, novelis muda yang tinggal di tepi Sungai Musi, Palembang, dan dicetak dalam sebuah potret karya bertajuk “Altitude 3676 (Takhta Mahameru)”. Tajuk tersebut adalah judul baru dari edisi lama “Takhta Mahameru”, sebuah novel yang berhasil memenangkan sayembara novel  yang diselenggarakan Harian Republika sebagai juara kedua. Ketika novel tersebut di-republish oleh Penerbit Indiva Media Kreasi, novel tersebut diganti judul menjadi “Altitude 3676”, dengan tetap menyertakan judul lama sebagai identitas, karena novel ini memang telah dikenal cukup luas di kalangan para pembaca novel Indonesia. Altitude artinya ketinggian, 3676 meter adalah ketinggian dari Gunung Semeru, alias Mahameru, puncak tertinggi di Pulau Jawa.

Azzura Dayana memang sedang berada di track para juara. Edisi republish ini kembali berhasil menggondol predikat Fiksi Dewasa Terbaik di ajang penghargaan “IKAPI-IBF Award 2014” di Senayan, Jakarta, 1 Maret kemarin. Sementara, di Anugerah Pena 2013 yang diselenggarakan FLP di Bali kemarin, novel ini ikut menjadi nominator novel terbaik. Apa sebenarnya yang membuat  novel ini mendapat sambutan positif bukan hanya dari kalangan pembaca, tetapi juga juri berbagai event?

Novel ini bercerita tentang 3 tokoh, yang masing-masing menggunakan sudut pandang orang pertama dalam bertutur: Raja Ikhsan, Faras dan Mareta. Pada sebuah perjalanan, Faras bertemu dengan Mareta, dan akhirnya menjadi teman perjalanan yang menyenangkan. Mereka bertemu di Borobudur, lalu menuju Sulawesi Selatan, Tanjung Bira. Untuk apa Faras melakukan perjalanan begitu jauh, meninggalkan rumahnya di lereng Gunung Mahameru? Ternyata Faras mengikuti jejak yang tertinggal dari sebuah email. Faras begitu ingin bertemu dengan sosok yang mengiriminya email. Tentu bukan karena kebetulan si pengirim email adalah seorang Raja Ikhsan yang beberapa kali bertemu dengannya saat melakukan pendakian di Mahameru (lebih lazim dikenal sebagai Gunung Semeru). Tetapi karena suatu sebab….

Bagian inilah yang paling mengesankan saya membuat saya terhenyak dan nyaris menahan napas dari novel ini.

Raja Ikhsan, sosok yang ‘remuk-redam’, meninggalkan ingar-bingar kehidupan perkotaan dan mencoba mencari kedamaian di sejuknya Ranu Pane dan Ranu Kumbolo.  Di tempat itulah dia bertemu dengan seorang gadis 'ndeso', 'hanya' lulusan SMA, namun pintar, puitis dan menyukai sajak-sajak Kahlil Gibran. Gadis itu bernama Faras, yang berkali-kali harus berhadapan dengan Ikhsan, si bad boy yang menyebalkan.

Meski menyebalkan, pertemuan itu meninggalkan kesan di hati keduanya. Namun, persoalan sepenting apa yang akhirnya membuat Faras rela mengejar Ikhsan dengan cara mengikuti jejak yang tertinggal lewat email? Email tanpa berita apapun, kecuali foto-foto lokasi yang diyakini Faras sedang dikunjungi Ikhsan. 

Sebegitu istimewakah sosok Ikhsan di mata gadis selugu Faras? 

Kisah Backpacker
Daya tarik dari novel ini selanjutnya adalah perjalanan Faras dan Mareta yang enak disimak. Bagi yang menggemari aktivitas backpacker, ini bab yang paling menggirangkan. Saya sendiri menikmati betul bagian ini. Makasar dan Tanjung Bira dipaparkan lumayan detil dalam novel ini, termasuk adat-istiadat masyarakat Bugis yang mengagumkan. Juga pembuatan perahu pinisi yang legendaris, serta kecintaan masyarakat bugis terhadap laut. Sayangnya, justru narasi yang terlalu panjang ini seperti agak menutupi usaha Yana dalam mengeksploitasi Ranu Pane, Ranu Kumbolo serta berbagai lokasi di Gunung Mahameru yang semestinya menjadi setting dominan di novel ini.

Bisa membaca Altitude tanpa skip, itu pertanda bahwa saya bisa masuk ke dalam novel ini, menikmati setiap diksinya, dan berkelindan dalam setting dan tenggelam dalam kisahnya. Tetapi, beberapa kali harus mengernyitkan kening, karena dalam beberapa kerikil kecil seakan menjadi pengganjal kehalusan kisah ini. Nama Faras, bagi saya aneh. Orang Jawa, apalagi ndeso, jarang yang menggunakan nama itu. Mengapa tidak Saras atau Saraswati? Lebih ‘njawani’. Logat dan bahasa Jawa yang digunakan juga beberapa terasa kurang pas. Faras yang digambarkan sangat lembut dan santun, mestinya tidak berbahasa ngoko, tetapi krama halus. 

Faras yang ‘pasrah’ terlalu baik, dan nyaris tak punya perlawanan juga menggemaskan. Jika ada sedikit gejolak yang dimunculkan, mungkin akan terasa lebih manusiawi dan diterima nalar, ketimbang saat dia ditampilkan ‘suci tanpa noda’.

Lepas dari berbagai kekurangan, saya suka dengan novel ini, dan yakin bahwa Azzura Dayana memiliki masa depan yang sangat cerah di dunia kepenulisan, khususnya fiksi, di Indonesia, bahkan dunia.

***

Sumber: http://www.afifahafra.net/2014/04/kisah-para-backpacker-dari-tanjung-bira.html

Selasa, 05 Agustus 2014

Segera Terbit: RENGGANIS (Altitude 3088)

SEGERA RILIS novel terbaru!

InsyaAllah segera menjumpai pembaca di awal September 2014, novel terbaru saya tema pendakian. Berdasarkan info dari penerbit, jika tidak ada halangan, proses cetak novel ini akan selesai jelang bulan Agustus 2014 ini.

Sambutlah >>

RENGGANIS: Altitude 3088  by Azzura Dayana

Kisah pendakian delapan sekawan ke Gunung Argopuro (3.088 meter di atas permukaan laut), Jawa Timur. 
Petualangan mereka digambarkan sangat detail dari tempat ke tempat dalam rute pendakian tersebut. Gunung Argopuro sendiri memiliki keindahan lanskap alam yang memukau, memiliki belasan sabana luas, hutan hujan tropis, padang bunga edelweiss, dan tiga puncak gunung. Terdapat bekas landasan pacu di salah satu sabana terluas di Argopuro yang merupakan unfinished project Belanda.
Juga tersimpan misteri Dewi Rengganis, seorang putri keturunan Majapahit yang tinggal di istana yang dibangun di salah satu puncak. Masih terdapat sisa-sisa bangunan, taman, dan arca peninggalan kerajaan tersebut. Kedelapan anak muda ini melewatkan petualangan yang seru dan berhikmah di gunung dengan trek pendakian terpanjang di Pulau Jawa itu.




Jumat, 07 Maret 2014

Altitude 3676 - Buku Fiksi Dewasa Terbaik 2014

Di atas podium panggung utama di Malam Penganugerahan IBF Award, 1 Maret 2014, Istora Senayan, Jakarta, saya memandang hadirin yang ramai sekali saat itu. Sedikit getar di tangan saya mengiringi, mungkin tersebab rasa yang begitu terkesan pada suasana. Kemenangan Altitude 3676 Takhta Mahameru sebagai buku fiksi dewasa terbaik 2014 versi IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) in this big annual national event, Islamic Book Fair adalah kado istimewa dari Allah SWT yang sebenarnya tak pernah saya sangka-saya. Demikian yang saya sampaikan di podium. Kemudian saya menambahkan, bahwa kado tersebut juga saya persembahkan untuk suami saya yang kebetulan berulang tahun tepat di tanggal yang sama dengan digelarnya acara tersebut. Harap saya, semoga ini dapat menjadi salah satu milad terindah baginya yang akan ia kenang sepanjang hidup.



Masih selaksa terima kasih yang ingin saya sampaikan (dan benar-benar saya sampaikan di podium 'panas' itu), kepada penerbit saya, Indiva Media Kreasi, terutama Mbak Afifah Afra selaku CEO yang sekaligus merupakan kakak dan sahabat baik bagi saya. Juga kepada staf Indiva yang telah bekerja keras sejak memroses pra-cetak buku ini, hingga ke proses cetak, hingga promosi dan marketingnya. Ini adalah kemenangan kita bersama. Atas ikhtiar kita.

Terima kasih pula kepada rumah kedua saya, rumah tempat kreativitas kepenulisan saya bernaung dan berkembang, Forum Lingkar Pena. Organisasi kepenulisan yang mendunia dan berpusat di Indonesia. Kepada Forum Lingkar Pena Sumatera Selatan, terima kasih untuk kebersamaan kita.

Terima kasih kepada sahabat-sahabat saya para petualang, backpacker, traveler, pendaki, pecinta alam sejati. Atas kebersamaan yang hangat dan bersemangat menjelajah sudut-sudut dan puncak-puncak negeri. Tersebab salah satu penjelajahan kita bersama, yakni pendakian Mahameru, maka novel ini dapat hadir ke dunia.

sumber: Liliek, Indiva

Di samping kelebihannya, Altitude 3676 tentu masih memiliki banyak sekali kekurangan. Sebagaimana kita manusia yang senantiasa diliputi kekurangan demi kekurangan. Kadang saya merasa, Allah terlalu baik kepada saya. Untuk satu kerja saya ini, Dia telah menganugerahkan dua*, tanpa saya pernah merencanakan untuk meminta atau mendapatkannya. Terjadi begitu saja lewat tangan-tangan mereka orang-orang baik di sekitar saya. Ah, Allah, maafkan jika kadang saya lalai. Maafkan jika kadang kami lupa. Semestinya memang tak ada nikmat-Mu yang kami dustakan sehingga kami dengan mudahnya 'semena-mena' terhadap hidup kami sendiri. Ampuun... Ya Rabb.

Maka seperti doa teman-teman dan saudara saya atas penghargaan ini, semoga saya istiqomah menulis. Menuliskan kebaikan, tepatnya. Mencerahkan lewat tulisan. Menginspirasi penulis lain. Meraih barokah-Nya. Aamiin.


Palembang, Maret 2014

--------------



catatan:
* Penghargaan pertama yang diperoleh novel ini adalah Juara Kedua Lomba Menulis Novel tingkat nasional yang diadakan oleh Republika pada 2011-2012. Saat itu novel ini terbit pertama kali dengan judul Tahta Mahameru. Satu tahun kemudian, kontrak selesai, dan saya berpindah penerbit. Novel ini pun diterbitkan kembali dengan sejumlah revisi editing dan layout yang penting, dengan kaver baru dan judul baru. Altitude 3676. Sekitar setengah tahun setelah terbitnya, novel ini meraih penghargaan lagi di ajang IBF Award 2014.

Untuk memesan buku ini dengan tanda tangan penulis, bisa melalui Twitter @AzzuraDshop atau sms ke 085367094116

Senin, 01 Juli 2013

ALTITUDE 3676


Telah terbit, ALTITUDE 3676 (republish Takhta Mahameru) by Azzura Dayana

___________________________________
It’s autumn, uhm?
Path is past
This lost area between us



Mengejar jejak sebuah email, telah membawa Faras menjelajah satu tempat ke tempat lain. Dari Borobudur hingga Tanjung Bira. Hanya untuk mencegah luapan dendam sebuah hati yang merasa memiliki sepuluh alasan untuk membunuh ayahnya.
Namun, dengan sepuluh alasan pulalah Raja Ikhsan, sang pemilik dendam, akhirnya berhasil menguarkan dendam itu di puncak Mahameru. Dan, di altitude 3676, ketinggian 3676 meter di atas permukaan laut, Raja Ikhsan tak sekadar menjumpai sebuah ketundukan, tetapi juga beningnya sebuah cinta dan keikhlasan.



ENDORSMENT:


"Saya jatuh cinta pada novel ini. Serius! Sebuah novel yang bening, indah, dan melabuhkan rasa ke sebuah ketinggian yang sering saya impikan. Gunung, edelweiss, dan keabadian cinta, selalu menghadirkan rasa yang misterius dan sublim." (Afifah Afra, novelis, cerpenis, dan penulis buku-buku motivasi).


"Inspiratif! Alur ceritanya yang unik bikin penasaran untuk membaca sampai selesai. Membuatku ingin lebih mengenal alam dan budaya lain di negeri ini." (Yanuarisan Maseh, pendaki gunung dan backpacker)

"Keren. Sebuah masterpiece tentang keelokan Nusantara dibalut budaya Timur yang memesona." (Anca, dari komunitas Makassar Backpacker)


------------------

Ingin memesan buku ini dengan tanda tangan penulis? Smskan nama dan alamat lengkap ke 085788420516 (AzzuraD'shop)

Rabu, 15 Mei 2013

RANU (a duo novel)

Ranu. Manajer muda. Fotografer. High-cost traveler.
Hidup dalam kenangan masa lalu yang pahit disebabkan beberapa kehilangan.
Atas ide sohibnya yang kocak, gokil, dan backpacker abis bernama Dios,
ia sepakat mengangkat kehidupan pedalaman di Pegunungan Baduy
ke dalam sebuah film semidokumenter budaya.

Ide itu menyeretnya pada perjumpaan dengan sosok Ayuni. 
Fotografer kebanggaan Dios untuk proyek Baduy. 
Pendaki gunung yang tangguh namun pemurung dan cenderung ketus. 
Tapi Ranu justru berhasil menemukan sisi lain pada dirinya. 
Sebuah kelembutan bak bunga edelweiss dan kedamaian bak danau Ranu Kumbolo.

Clue apakah yang sebenarnya menghubungkan antara Ranu dan Ayuni? 
Bagaimana pula dengan Irene, sosok princess yang ada di hati Ranu maupun Ayuni? 
Benarkah jalan kehidupan mereka akan berubah?

---------------------------------

Telah terbit, RANU (novel duet Azzura Dayana & Ifa Avianty), published by Quanta - Elex Media - Kompas Gramedia, yang bisa Anda dapatkan di seluruh toko buku Gramedia.

PS: asik deh foto koleksi pribadi bisa jadi kaver novel sendiri. Alhamdulillah yaa:)



Senin, 03 September 2012

Setelah Mereka Membaca Tahta Mahameru.... :-)

***




Gembira rasanya, karena Tahta Mahameru berbeda dari novel-novel saya sebelumnya, maka berbeda pula reaksinya. Dari sejumlah tulisan yang pernah saya hasilkan, jujur saya akui bahwa Tahta Mahameru adalah karya yang paling menyenangkan bagi saya. Menyenangkan di sini karena banyak hal: (1) karena saya menceritakan jejak-jejak traveling saya sendiri ke Tanjung Bira dan Mahameru (ditambah konflik fiktif antara tokoh-tokoh fiktif pula, yaitu Ikhsan-Faras-Mareta); (2) karena saya menuliskannya dengan gembira, mudah, dan cepat (total 2 bulan) dan hanya dihinggapi satu kali bad mood; (3) selalu disertai sisa-sisa kesan perjalanan yang sepertinya akan abadi di benak saya (dan menjadi lebih terabadikan lewat novel ini).

Dan pamungkasnya, (4) adalah karena pembaca novel saya yag satu ini benar-benar heterogen. Sejak di awal menuliskan novel ini sih sebenarnya saya sendiri juga tidak khawatir sama sekali bahwa pembaca saya hanya terbatas pada kalangan pendaki saja. Saya malah yakin pembaca saya nantinya akan lebih banyak yang berasal dari kalangan umum seperti mahasiswa, pelajar, ibu rumah tangga, pegawai kantoran, dan sebagainya yang memang menyukai aktivitas baca buku, termasuk ratusan pembaca novel-novel saya sebelumnya yang di antaranya selalu bertanya-tanya kapan novel baru saya terbit lagi. Fyi, novel terakhir saya sebelum Tahta Mahameru terbit tahun 2009. Jadi, cukup lama vakum, kan?

Ketika buku ini selesai dicetak oleh Republika (ini adalah debut pertama pencetak harian umum bernama Republika ini menerbitkan buku-buku. Jadi, Republika dan Republika Penerbit itu berbeda, lho), Tahta Mahameru mulai masuk ke pasar buku. Kabar-kabar datang dengan cepat dari para pembaca kepada saya, baik via Facebook, e-mail, Twitter, sms, Goodreads, Mp, Bs, Wp, Republika Online, dan sebagainya, maupun laporan-laporan tidak langsung. 

Sungguh, ternyata inilah kalangan yang menjadi pembaca Tahta Mahameru: mahasiswa, pelajar, penulis, pegawai kantoran, ibu-ibu rumah tangga, muslim, non-muslim, perempuan dengan berbagai model rambut, perempuan berkerudung, pria berpenampilan rapi, pria berambut gondrong, pria merokok, orang yang tidak pernah atau jarang jalan-jalan, maniak jalan-jalan alias traveler sejati, pecinta alam, pendaki tulen alias setan gunung, pecinta buku; sampai mereka yang seumur hidup tidak pernah menyukai novel apalagi membacanya, akan tetapi Tahta Mahameru sanggup mereka tuntaskan karena segunung keingintahuan, dan menjadi novel pertama yang mereka tamatkan.

Kepada semua orang-orang ini, para pembaca saya, yang pernah bertemu dan berkumpul dengan saya, maupun yang belum pernah saling kenal sama sekali, saya ucapkan berjuta-juta terima kasih atas apresiasi kawan-kawan semua... #menjura. Kalian membuat saya bahagia sekaligus terharu. Kesan, pesan, saran, pendapat, dan kritik dari teman-teman semua adalah penyambung-hidup Tahta Mahameru ini.

Saya yakin pembaca adalah partner cerdas sepanjang masa. Mereka sanggup menemukan berbagai kesalahan di buku ini :) yang mudah-mudahan bisa diperbaiki penerbit di cetakan berikutnya. Untuk beragam ketidaknyamanan yang tertemukan itu, saya memohon maaf. Ada pembaca yang shock karena perubahan ukuran font di halaman 229-230, juga 275-280 bagian atas, dan 320-324. Lalu inkonsistensi keberadaan cetak tebal pada beberapa e-mail awal Ikhsan di halaman 199-200, perubahan tanda (‘) menjadi (>) di halaman 190, 191, 303. Sementara, beberapa kesalahan ketik kata-kata yang ada di novel ini adalah jelas-jelas kesalahan saya sebagai penulisnya.

Usai pembaca menamatkan novel ini, banyak yang mengaku terobsesi untuk menapak Semeru alias Mahameru, dengan salah satu surganya itu, yaitu Ranu Kumbolo. Mereka yang belum pernah berkunjung ke sana atau baru mendengar saja. Ada yang yakin bisa, ada yang tidak yakin. Tapi saya katakan, beranilah saja bermimpi. “Saya dulu juga begitu,” kata saya. Dulu saya mengimpikan kapan bisa ke Semeru dan melihat langsung Ranu Kumbolo, setelah banyak membaca tentang tempat itu. Saya tanam mimpi itu. Sampai saya sadar bahwa ternyata akhirnya Allah memberikan jalan dengan sendirinya, berkat keberanian bermimpi itu. Akhirnya impian itu tercapai. Juga mimpi saya ke Tanjung Bira yang telah ada di benak saya sejak kelas 4 SD, yang akhirnya juga tercapai lama kemudian.

Pun, banyak pembaca Tahta Mahameru yang kemudian ‘bercita-cita’ menjadi backpacker yang menjelajahi sudut-sudut negeri, setelah mengikuti penjalanan Ikhsan dan Mareta dari tempat ke tempat. Juga karena deskripsi saya tentang eksotika Tanjung Bira: pantai-pantai aduhai, kemegahan kapal Pinisi, kegagahan para pelaut Bugis, serta rumah adat Suku Bugis yang unik dengan tangga beratap. Memang, Tanjung Bira hanyalah satu dari sekian banyak pesona alam dan budaya yang dimiliki Indonesia. Inilah inspirasi yang tak akan pernah habis untuk kita nikmati, hayati, dan manfaatkan.

Jangan berkecil hati jika kita merasa berkekurangan untuk mencapai tempat-tempat lain selain yang kita pijak. Kita tidak akan tahu banyak kalau kita tidak bergerak. Kemarin saya menonton Kick Andy Hope di Metro TV, dan salah satu tokoh inspiratif yang diceritakan di sana adalah seorang lelaki berkaki satu yang berhasil mendaki gunung-gunung tinggi di negeri ini, plus gunung-gunung es yang menjadi atap dunia di mancanegara sana. Betapa spekta! Padahal ya, kita-kita yang juga memiliki kekurangan—tapi kekurangannya itu sebenarnya jauh lebih sederhana daripada lelaki itu—yaitu kekurangan uang alias dana cekak, sudah begitu berbahagianya saat berhasil naik gunung atau berpackpacking ria ke pelosok-pelosok dengan berbagai cara. Iya, kan? Kita rela naik kereta api ekonomi, berdiri di atas jip berjam-jam, menumpangi truk bak terbuka, atau jalan kaki sekian kilometer (eh, saya jadi kangen momen-momen seperti ini bersama teman-teman backpacker:)). Tuhan telah menjamin kekuatan kaki kita, bukan?

Jadi begitulah. Mari terus bersemangat menjadi dan mencari apa saja yang kita minati, selama hal itu positif. Sekali lagi, terima kasih atas persahabatan ini. Seperti Faras yang ingin bersahabat dengan siapa saja :). Terima kasih pula bagi teman-teman yang nge-fans sama tokoh Ikhsan (padahal doi sinis yak), lalu yang nge-fans sama Mareta dengan gaya cueknya (sebenarnya banyak persamaan sih antara saya dan Mareta: sama-sama suka jalan, males makan kalau lagi jalan, sulit baca buku kalau lagi jalan, kadang-kadang merencana trip hanya bermodal insting dan peta, ngomong lu-gue juga walaupun kalau saya hanya pada teman-teman tertentu yang juga selalu ber-elu-gue); dan para fans-nya Faras, yang sampai-sampai mereka bilang kalau nanti mau ke Semeru mereka pengen mampir ke warungnya Faras di Ranu Pane, hehehe. Persamaan saya dan Faras juga ada, yaitu kami sama-sama pakai jilbab. Tapi saya belum sanggup mendaki pakai rok seperti Faras. Sebenarnya, tokoh Faras yang mendaki pakai rok ini terinspirasi dari seorang gadis berjilbab panjang dan rok panjang yang berpapasan dengan saya di trek gunung pasir menuju puncak Mahameru. Pikir saya, keren banget ini cewek. Tangguh. Suatu hari nanti, pengen deh saya mendaki pakai rok juga. Hoho.

Sekali lagi, makasih ya, teman-teman pembaca Tahta Mahameru :-). I love you all.

 **



Nb: sambil menulis bab-bab awal novel terbaru. Doakan ya, teman-teman.