Sebuah review penulis Rengganis: Altitude 3088
Saya banyak membaca review yang ditulis oleh rekan-rekan
pembaca untuk novel kedelapan saya, Rengganis Altitude 3088, baik itu review
yang mereka tulis di blog atau social media personal masing-masing, maupun yang
disetorkan ke situs publik seperti Goodreads (untuk Rengganis, link
Goodreadsnya bisa diklik di sini). Saya sangat berbahagia dan berterima kasih
kepada mereka, para pembaca saya ini, yang tanpa keberatan memberikan pemikiran
dan penilaian tertulis usai membacanya.
Respon positif banyak sekali saya terima melalui isi review
para pembaca tersebut. Alhamdulillah. Mayoritas merasa puas, bahagia,
terpesona, serta terinspirasi oleh gambaran setting di novel Rengganis. Ya,
memang novel ini lengkap sekali membahas jalur pendakian Gunung Argopuro,
utamanya dari jalur Baderan hingga ke Bermi. Jalur tersebut meliputi: KSDA
Pegunungan Yang Timur Banyuwangi—Mata Air Pertama—Sabana Kecil—Sabana Besar—Sabana
Cikasur—Cisentor—Rawa Embik—Sabana Lonceng—Puncak Rengganis—Puncak Argopuro—Puncak
Arca—kembali ke Sabana Lonceng—Cisentor—Cemara Lima—Aeng Poteh—Danau Taman
Hidup—hingga tiba di Desa Bermi. Tiap tempat dieksplorasi secara detail dan
visual, sehingga pembaca—konon katanya—seolah bisa melihat sendiri pemandangan
tersebut di depan mata dan seolah ikut diajak ke dalam petualangan pendakian
para tokoh-tokoh muda di dalamnya. Kepuasan juga tercipta dari bahasa yang
ringan, manis, lembut, dan sedikit romantis. Ini kata pembaca. Selain itu,
ketakjuban juga tercipta dari penceritaan tentang misteri Dewi Rengganis sang
putri Majapahit yang pernah mendiami puncak dan memiliki istana dan taman di
sana, plus misteri bekas unfinished airport Belanda di sabana
terluas di sana.
Namun, di sisi lain,
ada juga sejumlah kritikan, lontaran kekecewaan, kejenuhan, atau bahkan
pertentangan terhadap bagian-bagian atau unsur tertentu dari novel ini. Dan
saya justru, lagi-lagi sangat berterima kasih atas evaluasi dari pembaca
sekalian. Sebagai penulisnya, saya menyadari betul, Rengganis Altitude 3088
memiliki banyak kekurangan. Tak ada karya sempurna, meski kita pastinya selalu
berusaha untuk menulis dengan sebaik-baiknya.
Mari saya tuangkan satu per satu ya keluhan pembaca-pembaca
tersayang, dan kemudian saya berikan sedikit pandangan yaa….
1.
Rengganis Altitude 3088 ini tipis sekali. Cerita
di dalamnya pun jadinya kurang panjang. Kalau dibandingkan dengan Altitude 3676
Takhta Mahameru, kalah jauuh.
~ Betul. Jika
dibandingkan dengan Altitude 3676 Takhta Mahameru, Rengganis paling hanya
setengahnya. Hehe.
2.
Begitu detailnya unsur perjalanan dan
tempat-tempat yang dilewati, bagi kalangan tertentu justru memantik rasa jenuh
alias bosan. Alurnya lambat, konfliknya renggang.
~ Betul. Sejak
membuat draft novel ini, bahkan sejak rencana membuat novel ini bentuknya masih
di dalam otak, memang ceritanya khusus tentang pendakian full dari awal sampai akhir, dengan sedetail-detailnya. Se-riil
mungkin, meski tokoh-tokohnya fiktif.
3.
Latar belakang dan kisah hidup masing-masing
tokoh kurang tereksplor. Mungkin karena kebanyakan tokoh juga, sehingga kurang
fokus. Lebih menarik jika kisah hidup tokoh-tokoh diceritakan, misal si A ikut
tim ke Argopuro setelah patah hati. Atau si B mendapat mimpi berbau mistis atau
apalah sehingga dia memutuskan untuk pergi mendaki.
~Right. Thanks, Readers. Luv u. Betul juga ya. Coba kalau kisah
hidup yang melatarbelakangi sifat dan alasan mereka pergi mendaki dipaparkan,
novel ini akan menjadi lebih tebal. Tapi ya itu, mungkin karena saya terlalu
murni mengikuti rencana awal, yaitu bercerita tentang pendakian thok, ya jadinya begitu deh. Hehe. But thanks much for those suggestions, guys.
4.
Si tokoh pemuda yang lenyap karena mengejar Dewi
Rengganis terlalu cepat ditemukan. Kirain bakal lama ditemukannya, atau sangat
panjang dan berbelit-belit proses penemuannya, sehingga cerita makin seru dan
menegangkan.
~ Sebab jika dia
ditemukan lebih lama daripada itu, maka dia harus ditemukan dalam keadaan mati.
Begitulah Argopuro. Pertama, saya sedang ‘tidak berminat ‘membunuh’ tokoh dalam
novel kali ini. Kedua, lagi-lagi karena niat saya sejak awal adalah
menceritakan pendakian Argopuro se-riil mungkin, sedekat mungkin dengan
kenyaataan yang jamak terjadi pada pendakian-pendakian ke Argopuro. Mereka yang
hilang ‘dipanggil’ oleh Rengganis dan lama tak kembali, lebih dari satu hari
saja, maka biasanya ia memang tak akan benar-benar kembali lagi. Mereka yang
hanya melihat sang dewi, atau dayangnya, atau pengawalnya, atau entah siapanya
lagi, mereka lebih beruntung karena mereka ‘hanya melihat’ dan masih sempat
pergi menyelamatkan diri. Beberapa kejadian mistis seperti yang diceritakan dalam
novel Rengganis sungguh mendekati kejadian-kejadian nyata yang pernah dialami
pendaki ke Argopuro, temasuk cerita Fathur tentang tiga teman pendaki di akhir
novel.
5.
Tidak ada kisah cintanya, misal kisah cinta
antara dua tokoh pendaki di dalamnya.
~ Hmm. Memang saya
sedang ingin bercerita tentang cinta di taraf permukaannya saja sih. Tidak
benar-benar menjadikannya sebagai unsur plot yang penting di dalam novel
Rengganis ini. Maaf yaa… guys.
6.
Profil kedelapan tokoh kok malah letaknya di bagian
belakang. Setelah ending cerita. Ini malah aneh.
~ Ssttt… kalau yang
ini sih… sebenarnya kekecewaan saya juga. Ketika pertama menerima novel ini
dalam bentuk buku, saya sempat mencari-cari profil kedelapan tokoh di halaman
depan. Ketika tidak menemukannya, saya mengira bagian yang justru sangat
krusial tu dihapus oleh editor. Dan saya terkaget-kaget ketika menemukannya di
bagian akhir cerita. Oh, tidak! Padahal tujuan saya membuat profil tokoh-tokoh
itu adalah supaya pembaca mendapat gambaran awal tentang mereka, karena tokoh
utamanya ini cukup banyak, jadi saya berharap profil tersebut dapat membantu
pembaca untuk mengingat mereka. Semoga jika novel ini dicetak ulang nanti,
bagian profil tokoh-tokoh ini bisa dipindahkan lagi ke bagian depan yaa… aamiin
J
Oke… sedemikian saja dulu yaa
sharing saya tentang behind the novel. Intinya sih, saya berbahagia dengan
respon apapun dan bagaimanapun dari pembaca sekalian. Doakan semoga saya
konsisten untuk terus menulis novel-novel berikutnya, sehingga dapat kembali
menemui pembaca dalam kisah yang berbeda. C u….
Waaah baru kali ini penulis menjawab sedetail ini dari hasil resensi atau review para pembaca novelnya. Seru euy :)
BalasHapusWah, salut sama mb Yana yg berbesar hati menerima kritikan dari para pembaca. Sukses selalu, Mbak Yana :-)
BalasHapusapa pun kekurangannya, this book will always be my favorite ;)
BalasHapusbuku ini menjadi langkah ketar-ketir saya untuk mendaki Agropuro. loh kok? iya katanya kan treknya panjaaaaang. hehehe.. over all, suka dengan bukunyaaa :)
BalasHapusTerima kasih semuaa... @Naqiyyah Syam, @Hairi Yanti, @chocodraco, @Lina Astuti :-)
BalasHapusMaaf, bund..
BalasHapusBaru bisa sowan kali ini.
Betewe, ada prtanyaanku yg belum terjawab, lho. Diantaranya; knapa judulnya bukan'Rengganis: 3075' karna puncak 3088 dalam novel untuk Argapura?
Syukron
^_^
Iya, walaupun Puncak Rengganis tingginya 3075 tapi saya mengambil puncak tertingginya yakni Puncak Argapura 3088 untuk judul. Agar pembaca juga langsung tahu bahwa gunung yang menjadi setting utama novel ini ketinggiannya berapa :-)
HapusIya, walaupun Puncak Rengganis tingginya 3075 tapi saya mengambil puncak tertingginya yakni Puncak Argapura 3088 untuk judul. Agar pembaca juga langsung tahu bahwa gunung yang menjadi setting utama novel ini ketinggiannya berapa :-)
Hapus