Social Icons

Pages

Azzura Dayana

Azzura Dayana

Selasa, 31 Maret 2015

Pengorbanan Istri yang Kadang Lupa Dihargai oleh Suami

Sahabat Ummi, terkadang suatu hal yang sangat sulit dan membutuhkan banyak pengorbanan bagi istri, ternyata di mata suami hal yang biasa saja bahkan yaa dianggap memang sudah seharusnya, sehingga tidak ada penghargaan layak untuk istri.

Suami perlu menyadari beberapa pengorbanan berikut ini agar bisa lebih mencintai dan menyayangi istri, serta memahami mengapa sering kali istri begitu sensitif, banyak tuntutan, dan gampang ngambek.

Inilah beberapa pengorbanan istri yang sering tidak dihargai suami:

1. Seharian di rumah saja

Bagi orang yang senang di rumah saja, mungkin tak merasa terlalu berat. Akan tetapi ada beberapa tipe wanita yang sebenarnya tidak betahan di rumah. Lebih suka main dan bersilaturahim, traveling ke sana ke mari.

Lalu ketika menikah dan memiliki anak, seorang wanita harus berkonsentrasi dengan tanggungjawabnya di rumah. Tidakkah suami menyadari bahwa hal ini memerlukan pengorbanan luar biasa?

Ada yang mengacuhkan gelar sarjananya untuk mengabdi pada suami dan anak, tidak sedikit yang mendapat hinaan dari keluarga dekat "Sudah disekolahin tinggi malah kerja di rumah doang", tapi yang menyesakkan adalah... istri tidak mendapatkan apresiasi selayaknya dari suami.

Wahai suami, bersyukurlah jika istri bersedia menantimu di rumah. Mungkin ia sering menangis tanpa diketahui. Mungkin ia sering memendam rasa tidak tahannya sendirian. Namun jika mendapat ucapan terimakasih dan pengertian dari suami, itu sudah sangat melegakan.

2. Menyusui anak

Pekerjaan menyusui bukanlah hal yang mudah, dan seorang ibu melakukannya selama kurang lebih 2 tahun tanpa mengeluh.

Saat menyusui, badan akan terasa pegal, lelah, mungkin juga  menunggu sang buah hati sampai merasa kenyang dan terlelap.

Wahai suami, betapa banyak wanita yang menolak menyusui anaknya sendiri, sudahkah Anda bersyukur dan berterimakasih pada istri yang bersedia menyusui buah hati Anda? Apakah Anda berpikir menyusui bayi begitu mudah dan tidak perlu Anda apresiasi?

Maka cobalah sendiri memberi minum sambil menggendong bayi berjam-jam, lakukan itu sehari lebih dari 10 jam dan terus lakukan hingga 2 tahun!

Sungguh, menyusui anak merupakan pengorbanan seorang istri dan ibu yang luar biasa.

3. Bentuk badan berubah

Pengorbanan lainnya adalah perubahan bentuk badan yang signifikan sehabis melahirkan. Ada beberapa wanita yang tidak bisa mengembalikan bentuk badannya seperti semula karena faktor hormonal.

Bagi seorang pria, menjadi gemuk adalah suatu hal yang biasa saja. Namun bagi wanita, bisa jadi mengurangi rasa percaya dirinya.

Apalagi jika suami ikutan meledek perutnya yang maju, badannya yang bertambah besar, tentu pengorbanan seorang istri terasa menyakitkan. Terutama ketika suami mencari wanita lain dengan alasan istri sudah tidak menarik seperti sebelumnya.

Suami sering kali menganggap perubahan bentuk badan istri adalah kesalahan istri yang tak pandai menjaga berat badan. Sudah pernahkah berterimakasih pada istri karena ia bersedia badannya berubah untuk melahirkan sang buah hati?

Baru 3 hal saja pengorbanan seorang istri yang disampaikan pada tulisan ini, semoga telah bisa menyampaikan kebenaran yang perlu diketahui para suami.

Semoga suami dan istri yang saling bersyukur akan Allah tambahkan nikmat dalam rumah tangga dan juga cinta di antara pasangan suami istri.

***

Dikutip dari Ummi-online.com

Selasa, 17 Maret 2015

Kado Terindah

Jam sebelas malam, tadi malam, usai menidurkan si kecil yang terbangun karena haus, Kangmas Ian berbisik mengucapkan selamat milad. Saya tampik sambil tertawa, "Huuu belum, ya. Ini belum tiba tanggalnya."

Karena dia bukan tipe yang romantis abis, jadilah ia hanya tersenyum tanpa coba mencari pembenaran atau apalah apalah, kemudian kembali ke bantal. Tidur. :-D

Pagi hari, saya yang berbisik padanya, "Kok tidak ngucapin selamat milad sih? Ini kan sudah tanggalnya."
Suami nyengir. Lalu mengucapkan seperti apa yang saya minta. Diikutkannya dengan doa, "Semoga jadi istri solehah. Semoga makin cantik."

"Aamiin....," sahut saya. "Trus, apa lagi?"
Dia terdiam, kehabisan ide.
Saya menunggu. "Ayo, doanya apa lagi?"
"Hmm... apa lagi yaa?" Dia kelihatan bingung. Dan justru mengulang dua hal tadi saja.
"Nggak kreatif," ejek saya bercanda.
Tetap mentok sampai di situ ternyata. Hehehe.
"Itu kado buat Ummi. Bukalah," katanya sambil menunjuk ke bufet. Sebuah kado manis memang telah bertengger di sana. Tapi saya sungguh tidak mengira itu justru kado buat saya. Saya kira untuk pamannya yang akan menikah di pekan depan. Malam sebelumnya ia berteleponan dengan sang paman, siangnya kado itu dia bawa dan simpan di kamar. Jadilah saya benar-benar mengira itu kado untuk beliau.



Tapi sempat cemberut juga saya karena dia menyuruh saya mengambil sendiri kado itu. Lalu sambil antara cerewet dan bercanda saya 'mengajarinya' untuk memberikan kado itu pada saya. Saya meminta dia yang mengambilkan kado itu dan memberikannya pada saya sambil berkata, "Selamat milad istriku tercinta. Kado ini kupersembahkan padamu... bla bla bla. Semoga... bla bla bla." Begitu.

Sambil tersenyum, dia pun mencoba. Tapiii... "Selamat milad." Lalu mengangsurkan kado, "Special for you," katanya.

Saya tertawa dalam hati. Yaa... okelah... Daripada enggak. Haha. Makasih yaa kadonya. I'ts sooo beautiful. Sebuah gamis syari merah muda yang lembut lengkap dengan jilbab panjangnya berwarna azzura dengan sedikit ornamen merah muda yang sama dengan gamisnya.

Saya yakin, walaupun tak terucapkan, tapi doa-doamu di dalam hati jauh lebih banyak dan mulia untukku. Sekali lagi, terima kasih atas kado miladnya ini ya, Abi Hanin.



***

Rumah kita, Palembang, 17 Maret 2015

Senin, 16 Maret 2015

[Puisi Dewo] Melepasmu Jakarta

Jadi, sebenarnya ada beberapa puisi yang bisa kita nikmati dalam novel Rengganis Altitude 3088. Selain ada puisi tentang keindahan umum Gunung Argopuro, lalu puisi Fathur tentang eksotika Cikasur, ada juga puisi yang digubah oleh Dewo. Ya, sang ketua pendakian Argopuro ini jago bikin puisi juga. Namun kemudian, disebabkan revisi naskah, maka puisi Dewo yang berada di awal perjalanan mereka meninggalkan Jakarta menuju Jawa Timur tidak jadi ikut dicantumkan ke dalam versi cetak novel yang sudah jadinya.

Nah, ini dia puisi Dewo yang saya maksud. Judulnya, Melepasmu Jakarta

Melepasmu, Jakarta
Kuberi waktu bagimu untuk termangu tanpa aku
Semalaman kita telah bercerita tentang sempitnya lorong-lorongmu
Tentang terlalu benderangnya lampu saat matamu lelah
Gemintang bahkan telah pucat pasi, rembulan merayap pergi

Melepasmu, Jakarta
Kutitipkan sejuta cerita kemarin untuk kaurenda
Mungkin sempat sejenak ikut kujajah hidupmu
Maka akan kubawakan matahari yang terbit bening dari balik gunung
Cerita sejuk yang jauh…, akan kudekatkan ke beratnya matamu
Agar tidurmu lelap, meski hanya sekejap

(—Puisi Dewo)

[Puisi] Cikasur

Jauhnya jalan untuk menjumpaimu, Sur
Padahal kau sekadar anak kecil saja
Lancang sekali menyuruhku bersimbah keringat dan terserang ulat
Jika ternyata begitu aku tiba di hadapanmu kau hanya suguhiku minum
Tapi saat kutatap parasmu yang bersih dan lugu
Anggun, tenang, dan menggembirakan
Yang jauh dari polusi udara kota dengan kata-kata yang lebih belantara
Kuurungkan niat untuk memboyongmu pulang kota
Selayaknya memang kau di sini saja
Berteman sabana dan dijaga sang dewi
Supaya mereka yang berhasil menemuimu hanyalah para terpilih
Bersih jiwa dan mencintamu
Yang rela mencarimu meski engkau diam sembunyi
Oh, Sur... Sur
Wahai Sungai Cikasur
***


Puisi Fathur dalam novel Rengganis: Altitude 3088 by Azzura Dayana

Pemesanan novel ini bertandatangan penulis dan diskon 13%, dapat melalui toko online kami di AzzuraD’shop via sms ke 085367094116. Twitter @AzzuraDshop

Senin, 02 Maret 2015

[Review] RENGGANIS: Altitude 3088 by Azzura Dayana

Pelajaran Mendaki Dari Sebuah Novel
Judul                            : Rengganis: Altitude 3088
cover rengganis: altitude 3088
cover rengganis: altitude 3088
Penulis                          : Azzura Dayana
Editor                          : Mastris Radyamas
Penerbit                       : Indiva Media Kreasi
Tahun Terbit                : Pertama, Agustus  2014
Jumlah Halaman          : 232 halaman
ISBN                           :  978-602-1614-26-6
Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Pustakawan-Pendiri Klub Pecinta Buku Booklicious
Belakangan ini novel-novel yang bercerita tentang pendakian banyak digandrungi pembaca. Sejak novel 5 CM best seller dan dijadikan sebuah film, novel pendakian masih tetap ada peminatnya. Bahkan, pada tahun 2012 novel tentang pendakian memenangkan sebuah lomba novel, yaitu Tahta Mahameru karya Azzura Dayana yang memenangkan lomba yang diadakan oleh Republika.
Selain menulis, Yana (sapaan akrab Azzura Dayana) memang suka mendaki gunung, maka tak heran jika novel-novel karyanya belakangan ini temanya tak jauh-jauh dari hobinya tersebut. Karya terbarunya berjudul Rengganis: Altitude 3088. Tidak seperti 5 CM dan karya Yana sebelumnya Tahta Mahameru (versi barunya Altitude 3676), Rengganis: Altitude 3088 dari awal sampai akhir bercerita tentang pendakian.
Dengan maksud begini, jika dalam novel 5 CM dan Altitude 3676 cerita pendakian hanya di beberapa halaman saja, tetapi dalam novel Rengganis: Altitude 3088 sejak lembar awal sudah memulai cerita pendakian sampai di akhir halaman. Gunung yang dijadikan setting pendakian dalam novel ini juga tidak terlalu terkenal bagi orang yang bukan maniak gunung, yaitu Gunung Argopuro. Meski begitu, dalam novel ini Yana mampu mendeskripsikan gunung Argopuro dengan begitu indah, sekaligus misterius sehingga memantik naluri penasaran pembaca untuk ikut bertualang bersama tokoh rekaan Yana, inilah salah satu kelebihan novel ini.
Tokoh-tokoh di dalamnya dari berbagai profesi. Beberapa tokohnya juga terikat dalam persahabatan seperti dalam 5 CM. Ada Dewo yang bertubuh tinggi dengan berat badan cukup ideal, sebagai karyawan sebuah pabrik. Dia memiliki teman yang dulu sekampus dengannya yakni Fathur dan Nisa. Fathur berpostur kurus tinggi, berprofesi sebagai wartawan. Sedangkan Nisa adalah seorang gadis yang periang, lincah namun penakut. Sudah mendaki gunung-gunung di Jawa Barat, Semeru, Merapi dan Rinjani.
Fathur membawa temannya dari Jakarta, yaitu Rafli. Bertubuh atletis dan juga memakai celana kargo (grey army) seperti Fathur. Orang yang melihat mungkin akan mengira dia adalah tentara, tetapi sebenarnya dia adalah fotografer. Tokoh lain bernama Dimas, tokoh yang bijak dan relijius. Dia seorang pengusaha muda dan novelis. Dimas membawa temannya yang bernama Acil dan Ajeng.
Acil asli Solo, bertubuh mungil dan agak kurus. Berprofesi sebagai pengusaha garmen dan satu-satunya di tim pendakian yang sudah menikah dan memiliki anak. Ajeng juga asli Solo, gadis manis dan tenang yang berprofesi sebagai biologist. Terakhir, Nisa membawa teman yang bernama Sonia. Gadis asli Manado yang tinggal di Surabaya. Berkulit paling terang dan satu-satunya wanita yang tidak berkerudung.
Sebagai penulis novel, Yana tidak hanya menceritakan novel yang menghibur pembaca. Tetapi, dia juga ingin memberi edukasi kepada pembaca, khususnya edukasi tentang mendaki gunung. Salah satu alasannya mungkin karena semakin banyak orang yang mendaki gunung, tetapi tidak tahu ilmunya, termasuk pula adab pendakiannya. Bahkan, seorang pecinta alam pun kadang tidak mengaplikasikan ilmu atas nama yang disandangnya. Misal, sebagai pecinta alam, seharusnya dia bukan hanya mendaki gunung tetapi juga merawatnya, termasuk tidak membuang sembarangan ketika di gunung.
Kelebihan lainnya dari novel ini adalah dari awal akan mendaki, Yana sudah memberikan pelajaran bagaimana seharusnya menjadi seorang pendaki itu. Tokoh-tokoh dalam novel ini semua sepakat menjadikan Dewo sebagai ketua. Nah, ini sesuai dengan ajaran Islam bahwa ketika bepergian dalam berkelompok, maka harus dipilih salah satunya sebagai ketua perjalanan. Begitu pula dalam sebuah pendakian. Maka pemimpinlah yang menjadi penanggung jawab dalam pendakian tersebut.
Dewo pun melakukan tugas-tugasnya sebagai ketua,  seperti membagi tugas teman-temannya  ketika mempersiapkan pendakian, mengkoordinir pengumpulan uangsharing-cost ada yang membeli bahan-bahan logistik (makanan, dll), mencari carteran, termasuk shalat juga dia perhatikan (halaman 15). Persiapan menjelang mendaki termasuk hal yang jarang diperhatikan oleh pendaki ‘newbie’. Tidak tahu medan, tidak mempersiapkan, langsung nekat mendaki. Maka, bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi jika yang didaki adalah gunung Argopuro yang tidak cukup didaki dalam sehari.
Novel karya novelis Palembang ini juga dibumbui intrik karena ketidakpercayaan dan kesalahpahaman antara pendaki. Karena ada di antara mereka yang baru saja bertemu ketika akan pendakian, maka peluang kesalahpahaman cukup terbuka karena belum saling kenal betul. Namun, adanya tokoh yang bijak, dewasa, serta pemimpin yang mampu mengayomi anggotanya, maka masalah tersebut bisa teratasi.
Buku yang tidak setebal  Altitude 3676 ini tentu memiliki kekurangan, yaitu alur yang mudah ditebak bahwa akan ada pertengkaran kecil dalam kelompok dan anggota kelompok yang bersalah (tidak ramah pada alam) dan tidak taat pada pemimpin perjalanan akan mendapat balasan atau masalah dalam pendakian. Namun, tipis dan alur yang cepat sekaligus menjadi salah satu kelebihan novel ini. Begitu juga dengan pendakian yang penuh perjuangan, intrik antar pendaki, dan gunung yang penuh misteri menjadi kekuatan novel ini. Tak ayal, novel ini menjadi rekomendasi bagi pembaca khususnya yang sedang mengalami euphoria naik-turun gunung namun minim ilmu mendaki. Sebuah upaya edukasi yang cerdas! Menghibur, tanpa menggurui. Selamat membaca dan mendaki!
* Resensi ini diikutkan lomba menulis resensi buku karya-karya Penulis FLP dalam rangka Milad FLP ke-18.
sumber asli: https://ridhodanbukunya.wordpress.com/2015/02/26/rengganis-altitude-3088/

[Puisi] Untukmu

Terima kasih sudah menungguku sesabar tiram menjaga mutiara
Melewati empat puluh malam yang syahdu rindu
Meningkahi tangis bocah elok yang membuka masa baru

Sungguh penawar lelahku adalah rengkuhmu
Obatku adalah dirimu
Jika sudah bersamamu, nyamanlah jiwaku

Setahun yang lalu begitu indah hari jadimu
Pialaku kupersembahkan untuk namamu di hadapan khalayak
Lalu kita berjalan berlari dan merentangkan tangan menikmati alam raya
Menikmati keabadian bunga-bunga gunung dan kasih-Nya

Akan tetapi kini tak sebiru hari itu, menjadi kelabu dalam lelahku, lelah kita
Sayapku tak selebar dulu untuk mengambilkanmu bintang
Maafkanlah aku seindah kerelaan bumi disirami hujan

Hanya doa-doa terpapar untukmu Kangmas
Semoga abadi kebersamaan dalam suka dan duka
Bersama anak-anak kita dalam cinta
Engkau mengimami kami mengukir jalan yang indah menuju surga-Nya
Dan kami menjadi warna-warni yang menjadikan indah hari-harimu
meskipun cinta kami begitu sederhana
Sesederhana angin membelai senja

***

Ditulis 2 Maret, untuk 1 Maret-mu
-Diajeng-