Social Icons

Pages

Azzura Dayana

Azzura Dayana

Jumat, 04 Juli 2014

Dieng: Ada Cinta yang Terlalu

Dataran Tinggi Dieng? Betapa sudah lama saya ingin mengunjunginya. Tempat yang terkenal di Jawa Tengah ini memiliki sekumpulan tempat wisata menarik, seperti kawah-kawah belerang, danau-danau yang permai, candi-candi, dan tentu saja pemandangan pegunungannya yang menakjubkan.
pemandangan di Dataran Tinggi Dieng
pemandangan di Dataran Tinggi Dieng
Bersama tiga orang teman backpacker, akhirnya impian itu terwujud. Hari Jum’at jam 9 malam, kami naik kereta ekonomi Progo tujuan Yogya dari Stasiun Senen. Karena rencana itu cukup mendadak, kami kehabisan tiket dengan nomor tempat duduk karena kesorean mengantre tiket. Tapi tak apa. Sebagai backpacker, kami memang harus terbiasa ‘hidup susah’. Bukan begitu?
Ketika kereta datang, kami masuk paling akhir. Terus berjalan menyusuri lorong di antara dua deretan kursi penumpang dan tiba di sambungan kereta. Kami berempat duduk di sana, beralaskan potongan karpet yang sengaja dibawa teman saya. Penumpang yang berdiri memang tidak banyak. Kalau masih begini kondisinya, kelihatannya lebih nyaman ngetem di tengah lorong antara dua deretan kursi. Tapi itu berisiko akan dilewati oleh hilir mudik pedagang asongan. Jadi, pintu sambungan kereta adalah tempat ‘menggembel’ terbaik, karena posisinya yang berada di ujung.

Terjaga di Kota yang Tertidur, Tertidur Ketika Kota Terbangun
Jam setengah empat fajar kereta yang telah penuh sesak itu berhenti di Stasiun Purwokerto. Kami turun dan akhirnya bisa bernapas dengan lega. Stasiun relatif sepi. Sambil menunggu subuh datang, kami duduk-duduk sebentar, berfoto-foto, dan mengeluarkan cemilan. Setelah bersih-bersih dan shalat Subuh, kami naik angkot menuju terminal Purwokerto. Kota ini tampak belum terbangun dari tidurnya, meski pagi sudah datang. Pagi yang sepi dan mendung. 
Tiba di Terminal Purwokerto, kami segera mencari bus jurusan Wonosobo. Tidak seperti di banyak terminal, bus-bus di sini cepat sekali berangkatnya, tanpa berlama-lama ngetem, meskipun penumpang baru sedikit sekali yang naik. Syukurlah. Di tengah jalan, barulah kami tahu sebabnya. Peminat bus ini rupanya banyak sekali, mulai dari pedagang, anak-anak sekolah, sampai pegawai kantor. Sejak keluar terminal hingga tiba di Wonosobo, penumpang mulai dan makin ramai, dan sempat mencapai taraf sesak ketika di tengah perjalanan. Tak peduli, kami yang kelelahan dan kurang tidur ini memanfaatkan waktu tiga jam Purwokerto-Wonosobo tersebut untuk tidur. Zzz….

Ada Cinta yang Terlalu
Tiba di Terminal Wonosobo, kami melanjutkan perjalanan dengan menumpangi bus tiga perempat jurusan Terminal Diengan. Dari depan Terminal Diengan, barulah kami naik bus yang akan mengantarkan kami langsung ke Dataran Tinggi Dieng. Hawa dingin yang sangat menyambut kami ketika turun di depan penginapan yang kami tuju. Dingin sekali sampai ‘asap’ mengepul bebas dari mulut kami ketika bicara. Semua orang yang ada di sana memakai jaket yang terlihat sangat tebal dan empuk untuk menghalau dingin. Katanya sih, suhu di Dieng kalau siang hari berkisar antara 15—20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Kalau siang sedang hujan begini, mungkin suhu siangnya yang terendah itu ya, 15 °C. Benar-benar serasa di Korea, hehe.
Inilah Dieng yang saya impikan sejak lama itu. Nama Dieng berasal dari dua kata dari bahasa Sunda kuno yaitu "di" yang artinya "tempat" atau "gunung" dan "Hyang" yang artiya Dewa. Jadi, Dieng bisa diartikan sebagai daerah pegunungan tempat para dewa dan dewi bersemayam.
Sore itu, kami menjelajah Telaga Warna yang sangat eksotis dengan keajaiban warnanya yang sudah terkenal. Konon katanya telaga ini memiliki tiga warna yaitu hijau, biru, dan merah. Meskipun saat itu yang terlihat oleh saya adalah hijau yang mendominasi, dan putih karena kabut tebal. Saya kehilangan kata-kata untuk menggambarkan keindahan yang aduhai dari telaga ini.

Mesti berpakaian berlapis-lapis. Telaga Warna dingiiin...

Telaga Warna -with effect-

bunga di Telaga Warna
Masih dengan berjalan kaki, kami menyusuri jalan menanjak hingga tiba di Dieng Plateau Theater. Ada pemutaran film dokumentasi tentang sejarah Dieng dan wisatanya selama sekitar dua puluh menit. Setelah itu, kami berjalan kaki lagi sekitar 500 meter menuju penginapan, melewati ladang-ladang, hutan, permukiman, dan sebuah masjid berarsitektur sangat unik di tepi Jalan Telaga Warna, namanya Masjid Jami Baiturrohman. Menatapnya, jadi berasa di Negeri Disney. :-)



Keesokan paginya, kami melanjutkan penjelajahan dengan menyewa sebuah mobil tua untuk mengantar kami ke berbagai lokasi hari ini. Tarifnya Rp200.000 termasuk tips supir dan guide. Penjelajahan kami mulai dari melihat sunrise di Puncak Sikunir dengan hiking terlebih dahulu, lalu mampir ke Telaga Cebong, lanjut ke Kawah Sikidang yang berupa kolam air belerang yang mendidih. Kawah Sikidang ini terkenal karena lubang keluar gasnya sering berpindah-pindah. Karena seringnya berpindah-pindah seperti rusa/kidang, maka orang-orang sekitar menyebutnya sikidang (anak kijang).
Mendekati Kawah Sikidang

Kolam Belerang itu, Kawah Sikidang

mendidih, Kawah Sikidang

Telaga Cebong
Perjalanan kami lanjutkan dengan mengunjungi Komplek Candi Arjuna, Candi Setyaki, Candi Bima, Candi Arjuna, Telaga Merdada, dan objek wisata Luk Bimo Lukar, yaitu pancuran air alam yang konon bisa bikin awet muda. Percaya nggak percaya, yang penting cuci muka saja dulu deh di sana. Eh, karena merasa segar sekali, saya pun meminumnya beberapa teguk, seperti yang memang biasa saya lakukan kalau bertemu air alam yang steril, jernih, dan segar seperti ini.
Komplek Candi Arjuna
Komplek Candi Arjuna

Candi Setiyaki

Candi Gatotkaca

Candi Bima
di Telaga Merdada
Kami check out jam satu siang dari penginapan dan kembali naik bus menuju Terminal Wonosobo. Dengan tiket bus Sinar Jaya yang kami pesan kemarin ketika pertama tiba di terminal ini, kami akan bertolak kembali ke Jakarta. Sejak awal, slogan bus ini yang tertera di empat titik sekitar loket sangat menarik perhatian kami, sampai-sampai saya terinspirasi menjadikannya sebagai judul album foto Dieng saya di blog dan di tulisan ini. Slogan itu berbunyi: ‘Ada Cinta yang Terlalu.’ Mungkin pihak bus berharap kunjungan ke Wonosobo dan Dieng menimbulkan kesan yang mendalam hingga jatuh cinta begitu rupa dan ingin kembali lagi ke sini suatu saat. Demikian terjemahan bebas dari saya, hehehe.



Oh iya, di terminal ini kami sempat kulineran dengan menyantap makanan khas Wonosobo yaitu Mie Ongklok. Terdiri dari mie, sayur-sayuran, tahu, sate, dan kuah kacang kental. Rasanya maknyuss. Wajib dicoba kalau berwisata ke Wonosobo dan sekitarnya.

Pulaaaang.... Bye you Beautiful Dieng :-)

***

Info Transport:
Kereta ekonomi Pasar Senen (Jakarta) – Yogya = Rp35.000 (turun di Purwokerto)
Angkot dari stasiun Purwokerto – Terminal Purwokerto = Rp3000
Bus Purwokerto – Terminal Wonosobo = Rp20.000
Bus Wonosobo – Terminal Diengan = Rp3.000
Bus Terminal Diengan – Objek wisata Dataran Tinggi Dieng = Rp10.000
Bus Sinar Jaya Wonosobo – Kampung Rambutan (Jakarta) = Rp75.000